Bila cinta bukan lagi tujuan

Saya sering tersenyum kecil bila melihat pasangan muda berjalan dipinggir jalan sambil senyum-senyum kecil, si ikhwan dengan gaya sok gengsinya mencoba menahan pandangan ke istrinya dan si akhwat dengan muka memerah memandang mesra muka suaminya. Ada rasa geli disana, pasangan muda yang memang sepertinya pengantin baru itu bertingkah seperti kanak-kanak dan layaknya orang-orang yang sedang dimabuk cinta.

Yah mungkin seperti itulah gambaran kebahagiaan didalam lingkaran pernikahan, mawaddah, sakinah diumbar dengan batas syar`i, rahmat dan barokah tak henti terpancar dari tingkah laku dan tindak-tanduknya. Keindahan luarbiasa, kegamangan yang sering melanda kaum yang belum menjalaninya. Kasihan deh lo…!

Janji itu akhirnya menemui muaranya, ikatan mitsaqon gholidzoh adalah sarana paling tepat tuk menagih janji yang diutarakan Yang Maha Mencinta. Ada ketentraman disana, ada jaminan rezeki disana, ada jaminan setengah agama disana. Dan yang pasti ada jaminan surga disebuah ikatan suci itu. Namun sayangnya apa yang tersirat dan tersurat itu banyak yang menjadikannya hanya sebagai tempelan hiasan didalam rumahnya, banyak yang menjadikan selayaknya jam dinding yang dipasang diruang tamu.
Cukup sebagai pengingat, dilihat hanya ketika membutuhkan, diturunkan ketika baterainya hampir habis. Tidak kawan ikatan itu lebih suci dari dentang waktu, ikatan itu lebih lambat dari detakan jam dinding.

Maka kenapa ketika kulihat pasangan muda itu bercengkerama dengan mesranya hati ini tertawa geli tawa kagum tawa sumringah. Karena orientasi menikah mereka adalah cinta, cinta tulus hanya kepada Allah. Cinta tanpa perantara yang suci hanya saja sarana yg mereka pilih sangatlah hebatnya. Dalam usia pernikahan cinta adalah tujuan pada awalnya namun ada hal yg lebih besar dari itu yang melandasi terbentuknya cinta.
Tidak kita pungkiri pernikahan adalah usaha tuk menanamkan cinta sehingga menjadikannya sangat indah, namun pada prosesnya cinta akan semakin memudar namun tanggung jawab dan beban yang akan menjadi tujuan.

Tanggung jawab itulah perwujudan cinta sesungguhnya, pada awalnya hal ini tidaklah menjadi topik utama pada rentang waktu masa pernikahan karena semua adalah indah, namun tanggung jawab lambat laun akan semakin besar, tanggung jawab yang dipikulkan dipundak sebagai seorang suami, sebagai seorang istri atau kelak sebagai seorang bapak sebagai seorang ibu. Bahkan tanggung jawab akan lebih ketika mencapai seorang kakek dan seorang nenek.

Tanggung jawab indah yang dipikul bersama, tanggung jawab implementasi cinta kepada keluarga. Akan menjadi sebuah beban yang tak terelakkan. Manusia tercipta bersama dengan beban tergantung bagaimana manusia menganggap beban itu. Apakah beban itu akan dianggap sebagai kewajiban atau aktualisasi diri.

Bila cinta bukan lagi tujuan, bila dunia bukan lagi cita-cita, bila ambisi bukan lagi titik ketololan yang harus dikejar setiap waktu. Bila kesabaran bukan lagi hanya penghias laci dapur, bila surga pada akhirnya sebagai motivasi. Disitulah letak keindahan dan ketenteraman itu berada.

Mari kita berusaha menuju kesana kawan!

2 komentar:

  1. Ketentraman itu hanya terletak dalam kasih dan sayang. Keindahan itu representatif dari rasa tentram, Buktikan!

    BalasHapus
  2. @Mayarivoe apanya yg dibuktikan? lah anakku dah 3 ini... hehe

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.