Cantik ijinkan aku menunduk

Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus kukecam hawa nafsuku, atas cinta
Atau mataku yang menggoda, ataukah hati ini
Jika kukecam hati, ia berkata:
Gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia berdalih:
Ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri darah,
Maka wahai Rabbi,
Jadilah penolongku atas mata dan hati ini.
(Kata-kata seorang penyair yang dikutip Syaikh `Abdul `Aziz Al Ghazuli dalam Gadhdhul Bashar).

Syaithan, kata Ibnu `Abbas, menempati tiga lokasi dalam diri seorang lelaki: pandangan, hati, dan ingatan. Sementara kedudukan syaitan dalam diri seorang wanita menurut Faqih-nya para sahabat ada pada: lirikan mata, hati dan kelemahannya. Luar biasa. Betapa semua titik lemah manusia telah diketahui syaitan!
Sungguh benar kemudian jika Ustadz Rahmat `Abdullah mengatakan bahwa di titik lemah ujian datang. Demi Allah, ada banyak laki-laki jujur yang akan mengakui bahwa titik lemahnya ada pada kecantikan wajah. Sejujur para istri bangsawan Mesir dimasa Yusuf.as yang mengiris jemarinya menyaksikan ketampanan membius. Cukuplah ungkapan keterpanaan mereka mewakili perasaan para lelaki, “…Haasyallaah, ini bukan manusia, ini malaikat mulia…” (Yusuf : 31).
Ditengah kejujuran itu biarlah kita merindu sosok-sosok yang pandangannya selalu tunduk, menyerusuk kedalam bumi. Walaupun ia menyimpan kekaguman pada kecantikan mahakarya Allah, tetapi kemampuan membedakan mana yang halal dan mana yang haram baginya telah mengajarkan kalimat, “Cantik, ijinkan aku menunduk!”.
Mari kita dengarkan bagaimana utsman bin thalhah dalam perjalanan mereka ke Madinah. Sungguh hanya Allah yang mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu. Padahal Ummu salamah adalah salah satu wanita tercantik di Makkah, dan Utsman pun tergolong tampan. Ibnu Ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggalan kisah hijrah Ummu Salamah. Dan inilah yang dituturkan Ummu Salamah:
…’Utsman bin Thalhah bertanya padaku, “Hendak pergi kemana wahai putri Abu Umayyah?”
“Aku hendak menemui suamiku di Madinah”
“Tidak adakah seseorang yang menyertaimu?”
“Tak seorangpun, kecuali Allah dan anakku ini…”
“Demi Allah tidak selayaknya engkau dibiarkan seperti ini”, katanya. Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat. Demi Allah, aku tidak pernah bepergian dengan seseorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.
Jika tiba di suatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta,kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun, dia menuntun untaku dan mengikatnya disebuah pohon. Kemudian ia menyingkir dan mencari pohon lain, berteduh dibawahnya. Jika sudah dekat waktunya melanjutkan perjalanan, dia mendekat kearah untaku dan menuntunnya. Sambil agak menjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”
Jika aku sudah naik dan duduk dengan mapan didalam sekedup, dia mendekat lagi dan menuntun tali kekang unta. Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia mengantarku sampai ke Madinah. Setelah melihat perkampungan Bani Amr bin auf di Quba, dia berkata: “ Suamimu ada di kampung itu, Maka masuklah ke sana dengan barakah Allah.” Setelah itu ia membalikkan badan dan kembali ke Makkah.
Luar biasa. Terimakasih padamu wahai Utsman, yang telah mengajarkan pada kami akhlaq laki-laki sejati. Inilah spontanitas hati yang mampu membedakan yang halal bagi dirinya dan mana yang tidak.Akhlaq yang membuat syaitan menggigit jari. Akhlaq yang mengajari kita untuk berkata, “Cantik, ijinkan aku menunduk!”

Taken from : Nikmatnya pacaran setelah pernikahan-salim a. fillah



0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.