Era Layar dan daya tangkap anak

Tak bisa dipungkiri jaman ini adalah jaman anak anak kita. Bukan lagi jaman para orang tua. Setiap jaman berganti penerusnyalah yang akan mengisi dan menikmatinya. Dan perkembangan daya pikir, daya tangkap, reaksi dan penalaran setiap generasi akan terus semakin sempurna.

Lihat anak-anak kita, Romiz bungsu saya diumurnya yang belum genap 2 tahun sudah mampu memencet HP menemukan kontak dan kemudian memencet tombol dial. Perhatikan anak-anak tetangga kita, suatu hari si ghifar anak tetangga main dirumah, umurnya pun belum genap 5 tahun, dengan gaya belajar anak jaman ini dia tidak asing lagi dengan namanya komputer, dipencetnya tombol start, tekan enter ketika masuk window dan mencari game kesukaannya. Memasang joystick dan selang beberapa menit sudah asyik dengan komputernya.

Anak jaman sekarang jangan samakan dengan kita dulu yang puas dengan hanya dibekali gundu dan ketapel. HP, komputer, Playstation, X-Box, Nintendo, Televisi, Video player hingga Internet bukanlah hal asing bagi mereka. Bahkan operasional pemakaiannya pun sudah tak canggung bagi mereka.

Era layar dan komunikasi yang berkembang sangat pesatnya seperti sekarang ini bukan tidak mungkin dibarengi dengan berkembangnya hal negatif yang menyertainya. Bagi anak-anak jaman sekarang yang sudah terlanjur dekat dengan teknologi tersebut, hal negatif itu jarang mereka sadari. Bahaya negatif yang kemudian akan berubah menjadi laten dan tertanam permanen dalam memory dan ingatan mereka adalah faktor paling dominan dalam kehancuran mental dan psikis generasi berikutnya.

Kalau generasi kita tanpa pendamping dan arahan menghadapi era layar dan komunikasi ini dengan acuhnya apa yang terjadi? Lihat DVD/VCD porno yang telah beredar luas, bahkan dengan 3.000 perak seorang anak sd kelas 1 sudah bisa mendapatkannya? Ternyata dibeberapa game Playstation yang ada dipasaran ada adegan mesum yang sebenarnya bukan konsumsi anak-anak. Lihat dikomik yang banyak beredar dipasaran, hentai jepang yang menipu padahal muatan didalamnya penuh dengan kekerasan dan seksualitas. Bahkan akses tuk mendapatkannya sangatlah mudah, bahkan harga pun bukan kendala tuk mengkonsumsinya. Apalah jadi generasi yang hidup pada jaman yang vulgar dan gagap iman dan takwa? Ditambah media yang menjadi fasilitas mereka adalah jembatan tanpa timbangan yang melancarkan segala cara tuk mengaksesnya.

Orang tua? Lingkungan? Media? Persentase mereka menjadi melambung sangat pesat dalam hal pendidikan anak ini. Namun apa yang terjadi?

Para orang tua sibuk menumpuk harta sebagai dalih menyejahterakan keluarga, padahal tanpa mereka sadari orang tahu stereotype seperti itu malah menjadi batu loncatan bagi hancurnya akhlak generasi selanjutnya. Mereka lupa perhatian dan bimbingan adalah faktor utama dalam mendidik moral dan iman generasinya.

Lingkungan sangatlah menunjang dalam pendidikan spiritual maupun sosial dalam memahat pribadi generasi pilihan, lingkungan bersih akan menciptakan generasi unggul dengan intelektual tinggi dan spiritual kejiwaan yang tahan banting. Lingkungan yang kotor jangan harap akan menghadirkan sosok pemikir jitu dan seorang pengkhotbah Masjid. Ada yang pernah berkata
” lingkungan akan menciptakan habitatnya sendiri, dan interaksi antar individu dalam lingkungan itulah pembentuknya.”
jadi pribadi yang bersih walau dengan segala dalih bahwa dia bersih namun bila hidup dan berbaur dalam lingkungan yang kotor lambat laun akan ikut kotor.

Terakhir media, sejak reformasi dihembuskan media menjadi seperti hutan rimba tanpa raja, yang ada adalah hukum rimba. Siapa berkuasa dialah pemenang, siapa paling kuat dialah pemangsa, siapa paling dominan dialah mata rantai tertinggi, siapa bisa memonopoli dialah penentu kebijakan. Dan tak bisa dipungkiri kitalah korbannya. Konsumen lah alatnya, bagaimana didikan kita menjadi mlempem ketika anak-anak menghadapi media. Kekerasan. Seksualitas, pergaulan bebas, trend hidup barat. Semua malah menjauhkan anak-anak kita dari jati diri mereka. Krisis percaya diri bermula dari brainwash media. Kekerasan berawal dari hipnotis media. Bagaimana banyak terjadi pembangkangan budaya berawal dari tontonan yang menjebak fikiran generasi kita.

Orang tua seperti apa kita?
Lingkungan seperti apa yang kita suguhkan kepada anak-anak kita?
Media seperti apa yang menjadi bacaan dan tontonan anak-anak kita?

Hanya anda yang bisa menjawabnya.



13 komentar:

  1. gw juga nih... ketagihan internet terus... hehehe...

    tapi gak merusak iman kok... tenang aja...

    salam, diazhandsome

    BalasHapus
  2. mas icang, semoga kemajuan tehknologi menambah manfaat bagi kita....

    BalasHapus
  3. sepupu saiya umurnya sekitar 5 taun...seneng main PS dan Game online...sekarang urat syaraf matanya rusak, kata dokter itu akibat ga tahan radiasi yang dipancarkan oleh layar kaca....mudahan yang lain nga deh

    BalasHapus
  4. pendidikan anak emang kudu sedini mungkin, bahkan pada usia kandungan, proses tersebut harus sudah mulai berjalan... ;) moga dianugerahi putra putri yang sholeh/hah... Amiin

    BalasHapus
  5. ponakanku maen PS mulu, tp untunglah dia maennya sabtu-minggu aja

    BalasHapus
  6. tanggungjawab oranguta. tugas asah asih asuh makin berat

    BalasHapus
  7. Iya zaman berubah, tantangan sekarang lebih berat...
    Kalau dingat ttg kenakalan sebenarnya anak setiap zaman itu cenderung sama, ingin mencoba hal yang baru...

    Ternyata waktu mampu melumat segalanya...

    BalasHapus
  8. 0..o...o...
    mas ijal.
    hadhuh, lagi gak tau itu mas, tau-tau ketulis aja tuh. gimana kabar Lampung?

    insya Allah, nanti sempet ketemu, kalau saya ke Lampung lagi ya?! Jangan kemana-mana njenengan. hihihi, pengin liat juga sebenernya kandang ayam yang sudah disiapin buat saya itu kayak gimana. hahaha...

    #salam buat Teluk Betung mas. Salam buat jalan R.E. Martadinata-nya Teluk betung. Hahaha...#

    BalasHapus
  9. Sesuatu kalo udah jadi industri, pasti akan juga banyak sisi buruknya. Sebab, ia akan terus diproduksi untuk terus melipatgandakan keuntungan. Seksualitas dan kekerasan sejatinya adalah bagian dari kehidupan manusia yang sifatnya alamiah. Tidak alamiah lagi sejak ia menjadi komoditas industri yang terus menerus diproduksi. Tujuannya, mungkin, tidak untuk merusak moral generasi. Tapi, terus diproduksinya komoditas tersebut menjadikannya sesuatu yang merusak.

    BalasHapus
  10. @diaz : asal ada batas semua masih baik
    @kenuzi : amiin
    @budimeeong : yah itu salahs atu dampak
    @itmam : amiin
    @linda belle: mhh coba ganti baca buku pasti lebih baik
    @zizaw : tanggung jawab bersama mas
    @tengku puteh : jangan selalu menyalahkanw aktu mas, kadang kita yang terlalu sering mengacuhkan waktu
    @mahadewa : iya tak salamin ma tugu muli mekhanai
    @arief : respon anda inspiratif mas, salut

    BalasHapus
  11. Iya, Pak..
    Kalo jaman saya dulu masih anak-anak,
    Saya ngga deket ama yg namanya komputer, Internet, DVD de el el, palingan cuman TV dan radio.

    Oya, fitur poskan komentar blog Bapak tdk disediakan utk nama dan URL ya, Pak..
    Hikss...


    Salam,
    http://helda.info

    BalasHapus
  12. teknologi hebat tak bisa kita tolak mas, susah, habis enak-enak sih
    yg penting iman harus ditanamkan

    BalasHapus
  13. @hell-da : ada kok nama dan url nya. tapi ngga papa. anda bisa saya lacak lewat profille...hehe kayak FBI aja

    @zenteguh : bukan menolak namun berlari sama kencang aja mas.

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.