(IRONIC) On the sight of nothing

Ku terduduk di pojokan toko kecil yang sedang tutup. Dibalik berkibarnya spanduk usang bertuliskan salah satu merk jamu. Namun spanduk itu dipakai tuk membuat batas antara satu lapak dengan lapak lainnya. Pandanganku nanar menebar disepanjang pelosok pasar.

Siang itu matahari sudah keluar, sepanjang tombak diatas kepalaku, belum terlalu terik namun terasa gerah membakar. Di pinggiran pasar yang penuh dengan kebisingan klakson dan derum mesin angkot yang tidak ada yang mau mengalah. Diantara jeritan tukang buah dan penjual air minum. Ku baringkan setengah badanku tuk istirahat setelah sedari pagi kucucurkan keringat demi membantu ibuku.

Dilapak kecil kulihat ikan segar menggelepar meminta sedikit air diantara sekarat nyawanya. Ibuku hanyalah titik kecil di luasnya pasar baru itu. Seorang penjual ikan dengan modal seadanya demi menyambung isi perut yang semakin langka kami makan.siang itu seperti siang kemarin dan siang kemarin nya lagi. Tak ada yang berubah, setelah kuangkat sekeranjang ikan dan kususun diatas lapak ibuku. Akupun duduk di pojokan toko itu.

Seorang bocah kecil kumal tak beralas kaki. Meloncat bak kupu-kupu dari satu angkot ke angkot lain tak memperdulikan ancaman lalu lintas yang siap merenggut nyawanya. Demi mendapatkan sebuah koin, hanya 100 perak pun sangat berharga bagi mereka. Namun ketika 5 butir koin 100 perak mereka dapatkan dalam waktu yang begitu lama dibawah dempetan tubuh angkot yang jelas tak empuk apalagi halus. 5 butir koin itu habis dengan seketika ketika mereka tukar dengan sebatang racun yang selalu mengeluarkan asap. Yang mereka masukkan kedalam paru-paru mereka. Ironis. Sungguh ironis. Mereka tidak lagi memikirkan isi perut mereka. Namun bagaimana mereka dapat mengisi paru-paru mereka dengan racun. Padahal setiap hari pun racun itu telah mereka hisap dari cerobong asap mobil yang mereka gelayuti. Disaat perut mereka keroncongan, mereka sejadinya menghabiskan jerih payah mereka hanya untuk sebatang racun. Ironis, sungguh ironis.

Dibalik tersingkapnya sebagian spanduk itu kulihat sederatan tukang becak yang sedang melepas lelah duduk didalam becaknya sambil melayani kantuk yang semenjak tadi sudah mulai menggoda.semenjak tadi kubilang? semenjak tadi, karena memang dari pagi subuh ketika kudatang, para tukang becak itu sudah duduk diatas becaknya. Bercanda dengan sesamanya, kadang ada yang mengeluarkan beberapa kartu kecil bergambar lingkaran merah dan kuning. Dan melingkar layaknya sedang pengajian. Ya,semenjak tadi sampai kini kuterduduk dipojok toko.

Para tukang becak itu masih asyik dengan “pengajian rutinnya”. Bagaimana nasib anak istrinya dirumah yang sedang mengharap suami mereka mengais rezeki demi sejumput nasi? Entah apa yang ada dalam benak para penjudi jalanan itu? Ironis, sungguh ironis.

Kulayangkan lagi pandanganku ku ke dalam angkot-angkot itu. Menembus tiap kaca bening warna-warni yang menghalangi.sebagian pandanganku menangkap getirnya suara nyanyian kesiangan dari mulut-mulut jengah penuh makian. Tiada lagi dan tiada bukan pengamen jalanan itu, tidaklah sebagian bilang tak semuanya penuh denga tato dihatinya. Namun bila sudah memasuki area hitam ini, bahkan yang lurus pun akan berbelok dan membelot.

Suasana pasar yang selama ini kudatangi telah mengajarkanku betapa hidup itu adalah teka-teki. Semua bisa ku tangkap dengan mata namun hanya hati yang mampu menjawab dan meneruskan arahnya. Dimana bisa kutautkan kelembaman matahari bila rembulan tak pernah bisa kulihat. Dimana bisa kuraba bintang bila malam tak pernah akan beranjak.

Dunia ini adalah sebuah keironisan, jelaga hitam dibawah makanan lezat. Bekunya salju yang menyebabkan embun dibalik kaca. Ironis,



6 komentar:

  1. Pertamax duu ahh...

    ...Mereka tidak lagi memikirkan isi perut mereka. Namun bagaimana mereka dapat mengisi paru-paru mereka dengan racun......

    Aneh memang tapi itulah yang aku juga lihat sehari-hari. Kenapa hal ini dibiarkan saja, bahkan seperti sengaja dipelihara. Pemerintah selalu menganjurkan hidup sehat.. tapi adakah upaya untuk mengurang kebiasaan ini.. aturan dilarang merokok ditempat umum saja gak jelas..

    eh jadi ngomel sendiri..?!! (maaf ya mas icang)

    BalasHapus
  2. hidup itu memang pilihan, kalo memang memilih hidup miskin, ya miskinlah kita...

    makanya kita nggak usah pusing lihat orang miskin di sekitar kita, memang gaya hidup mereka memang pemalas dan boros.

    http://dzofar.com

    *waduh, pilihan: name/url kok ndak ada ya??

    BalasHapus
  3. pengalaman emang guru yang berharga...

    btw, salam kenal juga... thanks udah maen... maen lagi yaa... di http://diazhandsome.wordpress.com

    oke oke oke?

    BalasHapus
  4. Utk merenungi kehidupan...
    Tulisan Mas Icang adl salah satu favorit bagi Abu....

    BalasHapus
  5. @ernalilis : kalau sudah masuk wilayah pemerintah sepertinya komplex. kita yg tahu kulitnya saja belum bisa menebak apa sebenarnya yg terjadi

    @dzofar : kalau kita mau berfikir ada peran kita didalamnya yang membuat mereka menajdi pemalas dan pemboros.

    @diazhandsome :yah pengalaman adalah guru yg berharga

    @tengkuputeh : kehidupan memag sebuah perenungan Abu.

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.