motor pun bisa mendatangkan syukur

1 bulan terakhir ini perjalanan saya sedikit dimewahkan oleh fasilitas yang diberikan kantor kepada saya, sebuah mobil kijang LX tahun 1999 dengan kondisi yang masih bagus. Hebatnya lagi waktu itu sedikit pun saya masih belum bisa nyopir. Sehingga alasan saya tepat tuk menolak inventaris mobil ‘bergincu’ itu. Namun atasan saya berpandangan lain, beliau dengan sedikit memaksa saya untuk segera bisa mengendarainya dan membawanya.

Maka berbekal nekat dan sok pintar saya belajar sendiri, iya saya latihan mengemudi sendiri. Dimulai di area parkir hingga dijalanan sepi. Hingga tengah malam saya nekat melatih skill saya di tanjakan dalam kondisi berhenti. Luar biasa Allah masihselalu melindungi saya dalam waktu 1 minggu saya sudah mulai terbiasa dibelakang kemudi bundar itu. Walhasil motor butut saya akhirnya mendapat jatah sedikit lebih ringan dengan hanya mendapat porsi membonceng tuk urusan keluarga saja, entah karena luapan kebahagiaan akhirnya bisa mengemudi mobil atau karena akhirnya saya bahagia karena bisa melihat wajah anak-anak dan istri yang tersenyum bahagia setiap kali saya ajak jalan dengan mobil.

Tak henti-henti saya bersyukur, dan atasan pun semakin sering memerintahkan saya tuk dinas lapangan sebagai konsekuensinya. Namun tugas itu terasa begitu ringan karena saya tidak lagi kehujanan dan kepanasan, dengan jatah premium yang disediakan kantor saya bisa leluasa tugas kantor kemanapun. Bahkan tuk kegiatan diluar kantor pun terkadang saya harus menggunakan mobil itu. Walaud engan konsekuensi menambah sendiri uang bensin.
Tak pelak semakin hari dengan mobil rasanya semakin nyaman, walau masih terpikir juga akan pasokan bensinya yang jauh lebih menguras dompet. Karena jatah premium dari kantor juga ada batasnya. Dengan mobil kehujanan sudah bukan kendala, terik dan malas bukan lagi sesuatu yang menghambat ringkasnya dengan mobil setiap tetangga yang melihat kami mulai memanggil dengan sedikit membungkuk. Hal ini semakin menegaskan bahwa mobil adalah patokan dari sebuah kemapanan walau ada gincu merah didepan dan belakangnya.

Hari ini kami kekantor tidak lagi menggunakan mobil, karena mobil kantor ditarik oleh bagian umum. Kami berangkat dari rumah berdua kembali mengendarai motor butut kami yang dulu, yang setia kemanapun hendak pergi selalu siap sedia mengantarkan tanpa sedikit pun mengeluh. Motor butu yang sementara beberapa hari kami lupakan.
Pagi begitu kelam dipertengahan Desember diiringi kabut dan beberapa tetes air hujan saya keluarkan motor butut yang bagian bawahnya dipenuhi lumpur dan tak semengkilap dulu lagi. Namun saya yakin dia masih sanggup mengantar kami kekantor. Ada hal yang kami lupakan yang kemudian kami rasakan kembali ketika istri mulai memeluk pinggang dan mendekapkan setengah tubuhnya di punggung. Hal yang tak saya rasakan ketika menjadi sopir pribadinya dengan mobil. Hal yang luar biasa ini mengingatkan ketika hari-hari diawal pernikahan kami dulu.

Disela rintik hujan kami bercanda sembari semakin mendekatkan tubuh kami. Sudah sebulan tak pernah saya rasakan sensasi ini. Baru kali ini saya begitu bersyukur telah memiliki sebuah motor. Rasa syukur saya bahkan melebihi rasa syukur ketika menaiki mobil. Syukur yang luar biasa karena karunia cinta dan kasih sayang yang Allah berikan diantara kami sehingga perasaan berboncengan itu begitu meluap. Seakan kami adalah 2 insan yang benar-benar dimabuk asmara. Padahal memang benar kami sedang dimabuk asmara :>.
Anda yang suami istri dan belum memiliki mobil, mungkin suatu saat mobil telah ada dalam list belanja anda namun untuk saat ini nikmat berboncengan dengan motor adalah karunia luar biasa dari Allah yang benar-benar saya syukuri kali ini. Nikmatilah !



0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.