D'nasib..


Lama tidak menulis ternyata membuat ‘gumpalan’ yang ada dikepala ini seperti mau meledak. Input yang setiap saat dengan sadar atau tanpa sadar saya masukkan ke otak tidak diimbangi dengan output yang sepadan. Membuat guratan-guratan yang ada dilangit-langit ide semakin menumpuk dan bahkan sebagian ada yang tak tertampung lagi didalam memory.

Departemen Keuangan yang menampung kreatifitas saya pun memiliki andil besar untuk mulai ‘menumpulkan’ keinginan menulis ini. Bagaimana tidak, dengan system yang digadang adalah system unggulan yang diterapkan pertama kali didepartemen diIndonesia. Atau kami sering menyebutnya system modern, yang memberikan punishment and reward telah menguras sebagian besar waktu dan potensi otak saya. Sehingga menulis sebuah ide menjadi prioritas nomor sekian. Apa mungkin saya membutuhkan gadget yang lebih canggih ya?

Hal terakhir yang saya ingat saya telah menjadi satgas penjaga dropbox (pojok khusus pajak yang melayani pelaporan SPT Tahunan) yang berada beberapa pusat keramaian sebuah kota. Selain tugas pokok saya adalah sebagai debt collector pajak, ternyata menjadi satgas drop box ini benar-benar menguras tenaga dan keahlian berbicara. Karena tanpa bantuan dari rekan lain setidaknya saya harus menguasai beberapa detail tentang perpajakan Indonesia.

Namun disela-sela itu menjadi satgas dropbox juga bisa menjadi warna dalam melakukan rutinitas sehari-hari didalam kantor. Saya bisa mengamati orang yang lalu lalang didalam mall tempat saya jaga dropbox. Bercanda dengan beberapa security, menikmati jajanan mall yang jarang saya tahu rasanya. Atau bahkan saya kadang begitu asyik menonton acara TV siang hari yang ada di dalam mall tersebut.

Dalam keasyikan observing itulah saya tertarik pada beberapa kejadian yang sepertinya berulang, dan berulang sejak pagi saya dating hingga sore ketika pojok drop box saya hendak gulung dagangan. Kebetulan pojok yang ditentukan oleh tim sebelumnya menempatkan saya di lantai satu beberapa meter dari pintu keluar supermarket pusat perbelanjaan itu. Mungkin dengan maksud supermarketlah tujuan awal atau akhir hampir sebagian besar pengunjung mall itu. Sehingga target penempatan dropbox bisa tercapai.

Ada sebuah kotak besar diujung luar pintu keluar supermarket itu. Saya perhatikan sejak pagi banyak sekali orang yang menyematkan diri datang kekotak itu. Dalam hati ‘dropbox saya kalah saingan’ bahkan yang tidak berbelanja pun dengan antusias segera mengerumuni kotak itu. Memasukkan satu atau beberaa carik kertas kecil berwarna hijau muda. Semakin siang pengunjung kotak itu semakin banyak, hal ini membuat saya penasaran dan dengan segera ikut mendatangi kotak itu hanya tuk menjawab rasa penasaran.

Setelah saya bisa membacanya dengan jelas maka saya pun tersenyum sumringah ‘ah bukan saingan dagang kok’ kotak itu adalah kotak memasukkan kupon undian. Ternyata supermarket itu mengadakan sebuah undian untuk memenangkan banyak barang yang bernilai harganya. Dengan kelipatan belanja 50.000 sebuah kupon undian yang saya lihat berwarna hijau muda itu mereka dapatkan. Sangat mudah, hanya menyertakan nama nomor KTP dan alamat plus nomor telepon kupon undian sudah sah untuk mengikuti kegiatan mengundi nasib tersebut.

Saya begitu tertarik memperhatikan kegiatan para pengunjung memasukkan kupon undian tersebut karena begitu banyaknya konsumen yang antusias. Hingga terlintas dalam pikiran apa yang terjadi didalam kejiwaan beberapa manusia ini? Mereka mengharapkan sesuatu yang tidak ada kepastian didalamnya bahkan saya yakin bahwa mereka juga tidak tahu apa yang akan dilakukan bila mereka benar-benar mendapat hadiah undian tersebut. Ah itu urusan nanti yang penting saya belanja, dapat kupon isi identitas masukkan dan kemudian berdoa siang malam agar dapat undian barang yang paling bernilai harganya.

Apa yang ada dalam pikiran konsumen ini ya? Bukankah praktek ini sistemnya hampir mirip dengan berjudi/gambling. Mengharap hal yang belum dan sangat tidak pasti adanya. Di pihak supermarket sebagai pelaksana. Hal ini adalah strategi dagang yang diterapkan untuk menjaring konsumen lebih banyak dan menguras duitnya, Ujung-ujungnya ya profit. Dari pihak konsumen apa keuntungan yang bisa diambil? Ya dapet hadiah. Yakin hadiahnya sudah worthed, pemerintah memberikan regulasi yang ketat akan system dagang undi mengundi ini. Salah satu contoh regulasi yang bertujuan untuk meminimalisir kegiatan ini adalah adanya pajak undian yang dikenakan atas barang yang diundi sebesar 25% itupun harga beli dari pihak penyedia juga sudah dikenakan PPN sebesar 10%. Ini salah satu contoh. Jadi intinya ketika konsumen mendapat barang undian yang mereka sebut hadiah itu adalah harga yang dikeluarkan oleh konsumen yang berupa akumulasi selisih harga yang selama ini mereka belanjakan di supermarket itu plus 25% dari harga jual barang yang diundikan.

Ya kalau mau berpikir sebenarnya barang undian itu jatuhnya kita beli, bukan hadiah seperti nama nya. Hanya saja kita mencicilnya sejak lama dan kemudian ditutup dengan pajak undian itu. Kalau sudah begini jatuhnya juga bukan gambling lagi. Menguntungkan ? bagi konsumen bila ditakar dalam prosentase keuntungan jauh lebih kecil dibanding keuntungan yang didapat oleh pihak penyedia undian. Baik keuntungan material ataupun keuntungan dalam hal manakemen pemsaran dan advertisingnya. Secara tidak langsung keuntungan itu akan semakin menguras duit konsumen.

Saya kira tingkat pemuas kebutuhan yang kurang memadai atau bahkan tingkat kepuasan yang terlalu tinggi sedangkankan alat pemuasnya tidak sanggup terpenuhi adalah factor yang paling dominan dalam menentukan perilaku konsumtif ini. Atau sifat ketergantungan yang berada dalam taraf mengkhawatirkan yang dimiliki banyak masyarakat di negeri ini bisa menjadi jawabannya. Ketergantungan kepada orang lain, ketergantungan kepada institusi bahkan ketergantungan kepada pemerintah.

Saya jadi seperti pengamat ekonomi ini. Mengamati perlaku konsumen melalui kotak undian itu saja malah membuat saya tertarik. Gambaran nyata yang ada disendi kehidupan masyarakat kota khususnya. Sifat konsumtif itu ternyata semu, ketika dipancing dengan beberapa lembar kupon undian ‘kecacatan’ mereka tampak. Ternyata manusia kota itu bukan manusia yang serba cukup. Mereka malah mengalahkan penduduk desa. Dengan keterbatasan penduduk desa selalu merasa cukup dan bersyukur. Tiada mall saya yakin bila penduduk desa yang belum tercemari imbas negative kota kupon ini mungkin akan mereka jadikan ‘vapir’ tuk kemudian mereka isi tembakau dan dihisap..hehehe.

Kota memang tidak selamanya negative, peradaban kota mengenalkan kita akan informasi, bidang ilmu lain yang tidak diketahui oleh peradaban desa. Namun sendi desa juga merupakan ilmu sosiolog terapan paling bagus dan tepat yang tidak ditemui dikota.

Udah cukup, bahasan ini akan melebar kalau tidak segera disudahi. Tulisan pertama dari ruetnya aktifitas saya akhir-akhir ini….




6 komentar:

  1. Saya sering ngantar istri masukkan kupon ke box yang kayak gitu, tapi ndak pernah ada hasilnya...

    BalasHapus
  2. Orang2 pajak (depkeu) sebenarnya ngerti banget ttg akutansi dan statistik,tapi bagaimana dg psikologi konsumen dg perilaku2 unik dan massal nya thd undian walau dg probability kecil tp mereka bgtu antusias...
    Bisa dijadikan model untuk meningkatkan 'N' dan cakupan wajib pajak mas...

    BalasHapus
  3. Wuik, bahasa Postingannya keren, formal bngt.
    Bdw, thank's udah visit to my blog, jng kapok ya Mas.
    Tp koq gak di follow sekalian?

    BalasHapus
  4. Wah,saya termasuk orang yg gak percaya sama yg begituan sih mas. Mungkin memang jalan rejeki org bisa lewat pintu mana saja,tapi saya sih percayanya rejeki saya ya lewat tetes keringat saya.Nice post mas..

    BalasHapus
  5. depkeu yak?

    banyak tuh punya temen di depkeu, tapi yang jl. wahidin, jakarta...

    ada pak fahrudin, pak dwi, pak heru, etc. semua rumahnya di cilebut, bogor.

    BalasHapus
  6. @marsudiyanto : sama pak, saya juga ngga pernah dapet

    @srex : bener juga ya pak...

    @riosisemut : sabar ya?

    @ajeng : mbak ajeng nih termasuk makhluk langka berarti, harus dimuseumkan

    @priandhani : jangan-jangan orang pajak juga nih

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.