Ukuran kemapanan dari sebuah dasi


“Silahkan pak! Ada yang bisa kami bantu?”
“mau berlangganan Flash mas, saya harus kemana?”
“oh silahkan pak, berapa nomor Simpatinya? Silahkan ditunggu nomor antrinya!”

Sambutan ramah pelayanan khas sebuah perusahaan Penyedia Jasa terkenal, para pegawai pria dengan jas hitam dan dasi, penampilan menarik dengan tatanan rambut tak kalah klimis. Bila anda laki-laki anda akans emakin terperangah bila melihat para ‘pelayan’ wanitanya, saya masih normal walau tangan kanan saya diapit istri tercinta mata ini susah bener tuk membedakan mana yang paling jelek penampilannya diantara mereka. Selain paras yang diatas rata-rata penampilan dan tata rias mereka membuat wajah-wajah rupawan itu semakin berbinar. Tinggi putih dan menarik. Hmm bener-benar ideal bila patokan anda adalah fisik.

Tak berapa lama satu dari mereka mendatangi saya sambil menanyakan keperluan, jawaban sama dengan pemakai jas tadi yang saya berikan kepada si wanita cantik itu. Timbal balik yang sama pula yang diberikan si cantik kepada saya. Namun caranya itu lho yang hmm luar biasa sopan dan dengan nada yang renyah seperti pingin di ‘kremus’ ditambah senyum manis dari wajah yang memang sudah manis.

Pengalaman pertama masuk kantor dengan pelayanan luar biasa itu baru kali ini saya rasakan, perusahaan financial sepertinya kalah nih. Pelayanan ini super, dengan ruangan yang mendukung, wangi, full entertainment dan bersih.

Dengan pelayanan seperti ini tak heran bila pelanggannya pun banyak, tak terkecuali pagi itu. Nomor antrian didepan kami ternyata juga berjubel tak kurang ada 30 an orang ada diruangan itu sambil memegang nomor antrian. Namun yang membuat semangat saya kembali menyala tuk tetep antri adalah bahwa antrian itu dibagi 2. Antara antri yang teller dan antri yang khusus pendaftaran Flash. Dan syukurlah hanya ada 6 orang yang antri pendaftaran Flash.
Memang kalau urusan pendaftaran agak lebih lama dari yang hanya bayar kemudian pergi, satu orang pelanggan kira-kira menghabiskan waktu 15-20 menit. Melihat orang yang keluar masuk dan yang masih tetap duduk saya jadi asyik memperhatikan mana saja orang yang antri tuk daftar Flash. Dan kemudian menghafal mana yang lebih dulu dari saya dan mana yang sesudah saya.

Seorang bapak gemuk dengan baju biru muda kotak-kotak ada diurutan terdepan antrian terakhir, kemudian bapak berbaju coklat dan berkacamata bertuliskan Bali tourism, baru seorang ibu cantik dengan kosmetik tebal bahkan bila seekor cicak jatuh saya yakin cicak itu akan kepleset saking licinnya hasil make up ibu itu (maklum lagi ngetrend), dan urutan berikutnya saya yakin nomor saya karena saya perhatikan nomor urut yang dipegang itu tepat sebelum saya. Baru kemudian seorang anak muda denagn jaket army saya tahu urutannya karena dia datang setelah saya.
Dan yang terakhir adalah seorang bapak seumuran bapak saya dengan perut tambun dikawal seorang berbaju safari biru. Bapak itu terlihat memiliki jabatan penting diperusahaannya melihat sepatu yang mengkilat name tag tegas bercorak biru dan dasi biru menandakan kepangkatan yang tinggi.

Lagi enak-enaknya memperhatikan bapak yang baru datang itu tiba-tiba seorang ‘pelayan’ cantik mendatanginya dan memperjelas pertanyaan sebelumnya tentang pendaftaran teller kemudian mempersilahkan masuk ke room yang disediakan khusus memang untuk pendaftaran Flash. Kami pun sedikit mengangkat alis (bukan kami khususnya saya pribadi) bapak itu datang belakangan dengan urusan sama dengan nomor urut terakhir. Namun denagn pelayanan super kilat, tidak lebih dari 10 menit kemudian sibapak tambun berdasi itu sudah keluar room dengan senyum merekah pelayanan wanita dan menjinjing tas merah yang isinya sepertinya memang paket Flash yang dimintanya.
Birokrasi yang aneh, dasi kemudian menjadi symbol perpendekan nomor antrian. Kebudayaan yang aneh bila dasi kemudian menjadi ukuran kemapanan. Dasi memang menjadi salah satu atribut kepangkatan dibeberapa daerah kuasa, namun bukan panduan pokok dalam memangaks keadilan. Kayaknya bahasannya terlalu tinggi bila menyangkut keadilan lebih condong saya melihatnya dari pencabulan. Pencabulan cara pandang, pemangkasan nomor urut..hehe

Lain kali saya harus siapkan lebih banyak dasi, mungkin akan berguna ketika saya antri beli bakso. Atau beli tiket kereta api. Hehehe…




12 komentar:

  1. deskripsi mas icang ttg perempuan yang molek bikin leher saya cleguken, mas icang, hehe ... jangan2 nanti malah lebih suka yang mintra antre belakangan supaya bisa lebih lama memandangi wajah2 molek itu, hehe ... kalau gicu, napa mesti nyiapin dasi?

    BalasHapus
  2. kalo kata orang jawa ajining raga dumunung ing busana, sudah wajar mas. sampeyan saja kalo liat pegawai bank make sandal jepit mungkin juga akan meragukan kredibilitas banknya. hehe

    BalasHapus
  3. Sebagai bahan renungan tentang strategi melayani pelanggan is ok, tapi sebagai sarana merenung bahwa kita itu manusia biasa, ternyata ini cukup "ndrawasi", di dunia yang mengedepankan nilai-nilai materialisme maka senyum dan keramahan semuanya "ada harganya". Karena asasnya materialisme maka jangan heran orang dihargai dengan melihat "simbol-simbol materialisme"

    BalasHapus
  4. hehe
    jangan sirik, om..
    sirik tanda tak mampu lho...
    setiap perusahaan jasa mempunyai kelas-kelas dalam layanannya, yang tergantung pada sumbangan pelanggan di pendapatan perusahaannya.
    bisa jadi bapak tambun berdasi itu adalah pelanggan kelas lebih atas, sehingga ada perlakuan khusus ke dia. hanya timingnya saja tidak tepat saat pelayan memperlakukan khusus di hadapan pelanggan umum lainnya.

    BalasHapus
  5. @sawali tuhusetya : hahhaa.. kelebihan ya pak deskripsinya...

    @ernut : yup... life sometimes unfair to us

    @mastein : hmm... penampilan luar itu memang tak selamanya menunjukkan kealsian ya ams, hanya saja kadnag membantu.

    @big sugeng : wah pak sugeng mampir, drawasi kui artinya apa pak? hehe. asli saya baru denger kata itu.

    @delenger : hihihi..syirik tanda tak punya mas....hehee

    BalasHapus
  6. thanks for your comment, i can't read your nick. Hindi isn't it?

    BalasHapus
  7. dilematis, ono rego ono rupo

    BalasHapus
  8. Akhirnya Abu bisa komen di blog mas icanx, hore!!! Setelah sekian lama tidak pernah bisa...


    Hari ini symbol2 status merupakan raja dunia, seperti uang synonim dengan kebahagian. Masihkah ada tempat untuk sebuah kesederhanaan???

    BalasHapus
  9. halo mas insanbiasa...
    ketemu lagi.
    hemm....
    jadi pengin masang telkom flash. besok ke sana pake dasi ah, biar cepet selesainya.
    hihihi.
    lah, mas ini terlalu cepat ngambil kesimpulan kali...

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.