Pernah mendapat sebuah artikel tentang seseorang yang pernah hidup di norwegia, tentang gaya hidupnya yang sangat individual, tentang landscape yang menciptakan gaya hidup itu, tentang gaya bertetangganya dan tentang sesuatu apapun didalam norwegia bila dibandingkan dengan Indonesia.
Dan Indonesia yang dimaksud adalah penduduk di kota-kota besarnya yang sudah bergaya metropolis dan super bebas. Di Norwegia hubungan antar tetangga hamper tidak ada, bahkan hamper tidak saling mengenal hal ini disebabkan karena cuaca yangs angat dingin matahari yang sangat minim menyebabkan kebekuan hubungan ini begitu terasa. Bahkan kabarnya angka perceraian dinorwegia mencapai 60% dari seluruh warganya yang menikah.
Di Indonesia mungkin statistic itu masih terlalu tinggi, bila dibandingkan dengan Norwegia Indonesia masih lebih baik dalam statistic kelanggengan sebuah pernikahan disebabkan oleh budaya , tata laku, dan adat ketimuran yang masih meninggalkan sisa disela-sela gaya hidup metropolis yangs edang marak terjadi dikota-kota besar.
Petualangan touring kemarin menyisakan bekas yang mendalam bagi saya ketika berinteraksi dengan penduduk setempat, penduduk yang terisolasi oleh sebuah teluk dari hiruk pikuk perkotaan bahkan aliran listrik pun belum sampai kepada mereka.
Saya menginap dirumah seorang pasangan suami istri tua, entah kemana sanak saudara dan anak-anaknya, satu satunya rumah yang ada di pulau itu. Saya dengan senang hati membantu beliau membawa air tawar dari satusatunya sumber air di pulau itu ke dalam kamar mandi. Karena dengan senang hati si ibu memasakkan makanan buat kami. Tentu dengan bahan bahan yang harus kami sendiri. Keajaiban penerimaan tamu yang tak saya dapatkan dikota metropolitan.
Suatu pagi si bapak menurunkan ‘gethek’ nya dan mendayung ke pulau tetangga, saya tak ketinggalan mengikutinya sambil membantu mendayung, beliau berbelanja bahan makanan, minyak tanah, dan keperluan lain yang dibutuhkan. Yah hanya tuk makan keluarga ini harus menyeberangi selat-selat dan teluk, namun dengan wajah sumringah menyongsong pagi.
Yang membuat saya heran setiap orang yang beliau temui dipasar bapak ini mengenalnya dan para penghuni pasar jelas memanggil namanya. Apakah ini sebuah interaksi sosialis khas timur yang dibanggakan itu? Keramahan, keterbukaan dan sling tolong menolong? Saya baru mempelajarinya sekarang.
Sebuah ikatan kekeluargaan yang erat antar manusia yang tak memiliki hubungan apapun, hanya bisa saya temui ini pulau terpencil ini. Kembali saya dibuat kagum oleh ke bersamaan yang dalam ikatan yang kuat antar manusia.
Beberapa hari dipulau itu membuat saya merenung, betapa hebatnya manusia metropolis dengan keindividuannya sanggup menaklukkan bumi ini. Beban dipundak tiap manusia sangatlah berat bukankah akan lebih ringan dengan membaginya dengan sesame? Tak bis alagi saya bayangkan bagaimana interaksi antar manusia di Norwegia sana. Akan sangat kaku dan kering barangkali.
Dalam perjalanan pulang kami kehujanan, mendung memang sudha menggelayut sebelum kami berangkat namun kami nekat melanjutkan perjalanan karena memburu waktu gelap. Dalam remang malam biasanya trek akan semakin bahaya,maka kali ini hujan bukan masalah. Namun tetap saja kami berusaha mencari tempat berteduh ketika hujan mulai benar benar menutupi pandangan kami.
Saya belokkan laju motor ke kolong sebuah rumah panggung kayu. Setelah turun dan berusaha mengibaskan jaket kami meminta ijin ke penghuni rumah. Tak disnagka penghuni rumah keluar bersama the hangat dalam teko. Sebelum kami meminta si penghuni rumah sudah memasnag senyum ramah menyediakan kursi dan mempersilahkan kami duduk. Luar biasa, baru kali ini kami diperlakukan layaknya pejabat di daerah antah berantah yang kami pun belum pernah melaluinya.
Sapaan hangat penduduk setempat ini membuat kami malu sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi saya bahwa tamu adalah raja siapapun dia. Kembali saya dibuat kagum oleh setiap perbincangan dan petunjuk-petunjuk yang mereka berikan. Jalur-jalur perjalanan pulang mereka gambarkan bersama trek-trek yang harus dilalui sehingga kami lebih hati hati dalam memilih jalur jalan.
Gambaran keaslian budaya timur sangat kental terasa di pulau ini. Pembeda dari budaya metropolis yang sedang maraknya diikuti para kaum muda. Saya terkesima, kagum dan begitu bangga masih memiliki budaya ini.
Inilah mungkin kekayaan sejati Bangsa Indonesia ya mas? Keramahtamahan..
BalasHapusYa, kemajuan teknologi, perkembangan zaman, sering meruntuhkan kearifan lokal, budaya baik yang kita miliki. Senangnya bisa menikmati kehangatan cinta, keramahan di tempat terpencil seperti itu ya sobat.
BalasHapusKepribadian bangsa Indonesia yang sudah mengakar patut dipelihara yaitu keramahtamahan.
BalasHapusNice posting Mas.
@ajeng,newsoul,setiawan : semua hanya ada di Endonesia
BalasHapuskukunjungi rumahmu yg adem dg tulisan2 yg inspiratif, kawan.
BalasHapusterima kasih teman, kunungan anda adalah kehormatan bagi saya
BalasHapusLam knal kang...
BalasHapusTukaran Link yuk kang... Law ya di tunggu konfirmasinya
kepribadian yg terhitung langka ditemui di kota-kota yah mas, gak cuma flora fauna aja ternyata yg langka yah hehehe yg begini ini sangat perlu dilestarikan dan gak bole dilupakan
BalasHapusyah, pribadi-pribadi yang menyentuh. jangankan di norwegia mas, di kampung saya yg cm urban aja kayaknya sapa menyapa antar tetangga uda makin jarang . btw trimakasi uda berkunjung di blog sy
BalasHapus@laks. embun : lam kenal juga pak..boleh tuh...
BalasHapus@wendy : setuju...
@rosi : sama sama kawan...
Benar2 pulau yang penuh cinta, dengan pribadi2 yg hangat...
BalasHapusdi tempat mertuaku jg gt mas, sebuah desa di balik bukit Ciater-Subang....semua orang kenal satu sama lain.
ku folow ya blognya...
Pulau penuh cinta dgn pribadi2 yg hangat...
BalasHapusDi daerah pedesaan kerjasama, tolong menolong dan rasa persaudaraan masih sangat kental.
BalasHapusAku juga pernah mengalami hal serupa, dan itu tak akan terlupakan selamanya.
Tolong menolong dan rasa persaudaraan masih sangat kental jarang di temui di kota
BalasHapussalm kaenal
walau di desaku suasana dan rasa itu berkembang namun di kota memang sangat jarang sekali walupun ada
BalasHapus@witha : jadi pingin balik kesana lagi nih.. makasih do follownya.
BalasHapus@reni : tak kan terlupakan.. benars ekali
@abeng beng : salamkenal juga
@genthokelir : benar pak...susah ditemui didaerah perkotaan