Ritme di sela rintik hujan

Pagi ini Hujan tidak lah terlalu deras mendera bumi, dan awan tidak lah terlalu hitam memayungi langit. Namun hawa dingin sangatlah dalam menusuk-nusuk tulang. Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya adalah awal dari segala aktivitas yang ku kerjakan, bersama geliat kota ini memulai aktivitas rutinnya. Anak saya yang hendak berangkat sekolah bersamaan dengan anak-anak lain yang juga menembus rintik hujan, ibu-ibu bersorban ‘jarik’ dan memanggul sayuran bergerak serentak ke pasar tradisional di dekat rumah. Bapak-bapak pekerja bersama memanggul beban meninggalkan keluarganya demi sebuah harapan, sore nanti semoga sekantung berkah dan rezeki dapat dibawa pulang untuk keluarga-keluarga kecil mereka.

Ritme indah dipagi ini berlaku juga bagi diriku, memanggul asa demi seberkah barokah dalam memberikan penghasilan kepada keluarga kecilku. Di sela-sela terpaan gelombang badai yang terus menerus menggerus tak enggan berhenti barang sedetik. Namun apa dikata sebuah pilihan hidup yang kujalani adalah konsekuensi seumur hidup yang harus kulalui. Mengingatkan pengabdian terbaik kepada sebuah institusi adalah dengan membeli waktu yang tersisa untuk bisa mengganti recehan-recehan perak dan remahan-remahan nasi.

Di sela-sela lamunan dalam perjalanan hujan rintik-rintik itu, mataku selalu terkesiap setiap melewati pertigaan atau perempatan yang ramai di jalanan kotaku. Tak ayal hati ini berbunga-bunga melihat kenyataan itu. Sebuah pengabdian tulus tak terkira, dalam-dalam lubuk hati menaruh rasa hormat kepada sosok yang tetap tegak berdiri di tengah jalan, bermantel putih, dengan bendera kecil birunya mengatur setiap laju kendaraan di persimpangan itu.

Gerimis bukanlah sebuah halangan dalam pengabdian. Saya berhenti sejenak membunyikan klakson kecil 2 kali, tersenyum lebar. Entah bangga, haru atau hormat semua berkumpul menjadi satu. Benar-benar ingin ku sampaikan maksud hati kepadanya dalam bentuk isyarat yang mudah terlihat. Kami bangga kepadamu…!!!

Biarlah para Jenderalmu perang bintang, biarlah para kumendanmu saling sikut dan bernyanyi. Namun anda lah yang memberikan wajah kepada masyarakat bahwa setiap tindakan adalah gambaran sikap tugas. Anda lah point-point kode etik itu, membawakan atribut kehormatan bagi rakyat, Bahwa pengabdian adalah sebuah tanggung jawab.

Walau saya adalah seorang pegawai di instansi pemerintah, dalam hal ini saya adalah rakyat awam yang menikmati hasil pengabdian seorang aparat pemerintah.

5 komentar:

  1. Yups..ritme hidup kita tidak harus terhenti hanya karena ada perang bintang diatas sana. Karena masing-masing kita bertanggung jawab dg hidup kita sendiri kan mas?

    BalasHapus
  2. Setuju, yg penting kita cukup jalani aja apa yg menjadi tugas kita, semua sudah ada Yang Mengatur

    BalasHapus
  3. @ajeng : yah benar mbak.. ritme ini akan terus berjalan...

    @kang sugeng : mari menjalani tugas dengan penuh syukur kang sugeng...

    BalasHapus
  4. Yep jalani ritme tugas denganh penuh sykur. Nice post mas Ichang.

    BalasHapus
  5. polisinya keren juga berdiri di pinggir jalan

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.