Naif...

Suatu hari saya bertandang ke rumah salah satu rekan saya, menikmati hawa sejuk perbukitan yang menjadi pilihan tempatnya mendirikan rumah mungilnya. Sangathijau dan suara gemericik air sungai yang tak henti 24 jam. Luar biasa suasana ini membuat setiap sensor motorik saya menjadi relax dan tenang.

Kami bercerita bercengkerama layaknya 2 orang teman yang lama tak bersua. Menceritakan keadaan dan menanyakan kabar keluarga. Memperbincangkan keadaan dan melumerkan kekeluan karena lamanya tak bercakap.

Tak berapa lama sorot mata saya tertumpuk pada sebuah hiasan yang ada di meja kecil disudut ruang tamu. Menatap sebuah gelok (-red, toples sedang yang biasanya untuk akuarium) yang berisi seekor laba-laba besar hitam. Memang sebenarnya teman ini memeliharanya dengan kasih sayang dan hati-hati namun siapayang tahu apa yang dirasakan laba-laba itu.

Sebenarnya laba-laba itu bisa keluar dengan mudahnya karena memang tidak ada tutup diatas gelok itu, namun entah kenapa laba-laba itu sepertinya terlhat ragu tuk melompat dan keluar bebas. Saya hanya bisa menebak dan mengira apa yang sedang dirasakan si laba-laba. Bahkan saya tidak tahu sebenarnya kemampuan si laba-laba, apakah dia bisa melompat ataukah tidak. Apakah dia bisa melemparkan jarring halusnya tuk kabur atau tidak.

Apa yang membatasi antara persepsi saya akan laba-laba dan laba-laba itu sendiri adalah sebuah gelas cembung yang transparan yang mengurungnya didalam. Dan setidaknya kendala bahasa dan isyarat karena saya tidak mengerti bahasa laba-laba dan laba-laba pun tidak mengerti bahasa saya.

Sekat ini transaparan namun tak bsia menembusnya dengan mudah, mungkin akan lebih sederhana bila harus dipecahkan saja geloknya. Namun tidak akan ada lagi attraction didalamnya. Keharmonisan si tuan dan laba-labanya. Padahal itulah yg ingin didapat sebuah keharmonisan sederhana dalam suasana ruang tamu yg sudah didukung oleh suasana perbukitan yg sejuk dan tenang.

===============

Tidak, ini sebenarnya bukan tentang laba-laba dan teman saya. Ini tentang kenaifan orang atau golongan yang begitu hebatnya berargumen dengan sedikit ilmu. Padahal ada sekat yg membatasi antara keduanya.

Kalau anda memahami bahwa manusia diberi kelebihan dan 1 juga point kekurangan maka anda akan memaksimalkan kelebihan itu dan berusaha menutupi kelemahan itu. Namun bagia sebagian orang mereka merasa memiliki kelebihan dan tidak merasa memiliki kekurangan sehingga menganggap apabila memiliki sebuah kelebihan. Apapun yg ada di dirinya adalah lebih disbanding orang lain.

Saya tidak berani menggambarkan orang seperti ini sebagai sosok yang takabbur ataupun sombong. Namun tak lebih dari kenaifan, kegagalan dalam menginstropeksi dirinya sendiri.

Adakah orang seperti ini disekitar anda? Semoga juga bukan anda sendiri atau saya yg terlalu naïf merasa paling tahu tentang anda-anda.semoga…

9 komentar:

  1. alamakk bakaln seperti independence day deh kalau gitu

    BalasHapus
  2. wauh, terlalu hebat itu pak.. apa nunggu 2012 ajh..? hehe

    BalasHapus
  3. Merasa pintar kadang perlu juga. Bedanya tipis dengan PD tinggi. Sayangnya ebih sering merasa diri saya bodoh....

    BalasHapus
  4. @newsoul : saya pilih merasa bodoh aja bu.... lebih aman..

    BalasHapus
  5. assalaulalaikum,,,sori bro baru ngunjungi ikhwan
    lebaran kemana bro?

    BalasHapus
  6. mana bisa dibilang bodoh kalau sudah begini mas

    BalasHapus
  7. @anonim : waalaikumussalam, belum pasti. antara 3 tempat nih. bisa dilampung, bisa di lubuk linggau bisa di jogjakarta. masih belum dipastikan. tapi cuti sudah dipesan.

    @pak munir : dengan merasa bodoh kita akan selalu haus ilmu pak... setidaknya begitu.

    BalasHapus
  8. numpang blogwalking om kunjungan balik yaa..

    BalasHapus
  9. semua orang pasti pernah mengalami naif kayak gini

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.