Kotak memory

Pasar, ternyata bukan hanya bertemunya pembeli dan penjual, bukan hanya tumplek bleknya aneka barang dagangan. Bukan pula hanya tempat lalu lintasnya transaksi jual beli, pasar bagiku juga tempat ide dan inspirasi datang. Entah berapa kali setiap kali minggu pagi kuantar istri ke pasar ada saja hal baru yang kudapat yg bisa menjadi awal mulanya hal baru muncul di rumah atau dimanapun berada.

Hal-hal inspiratif itu pernah menjadi sebentuk tulsian demi melihat sepasang suami istri tunanetra yg saling bergandeng tangan. Atau ketika suatu ketika melihat seorang bapak yg membuat kandang ayam dengan jeruji besi, jadilah kandang kelinci yg mirip dengan model yg bapak itu buat dipasar. Atau ketika ingin buat kue menggunakan jajanan pasar, sampai rumah jadilah ‘gatot rasa keju’.

Tak terlewat akhir pekan kemarin, tepatnya minggu pagi dimana hari pasaran itu tiba. Pasar tradisional yang menyajikan semaraknya hasil bumi langsung dari para penanamnya atau pembudidayanya, maka kenapa di sini pasar ini lebih dikenal dengan pasar tani. Mungkin karena harga yg sangat murah karena tidak melewati tangan para tengkulak. Yang hanya diadakan di hari minggu, biasanya juga hari kamis namun untuk hari kamis sangat sepi pengunjung.

Senikmat apapun berjalan di mall dengan lantai keramik, lampu warna-warni, AC yg semilir dingin tak pikir jauh lebih nikmat berseliweran di pasar ini. Lumpur setinggi mata kaki, sekalian lepas saja sendalnya. Bau keringat para pembeli dan pengunjung bergumul dengan bebauan dari bahan mentah yg menyengat plus asap rokok dan sinar matahari. Lengkap sudah sekalian pakai celana pendek dan kaus dalam saja sudah cukup tidak butuh jeans atau legging super ketat tuk menjadi pusat perhatian.

Kenikmatan itu semakin terasa kala jeritan dan tawa lebar berinteraksi bersama kalimat tawar-menawar yang bernada selayaknya perkelahian antara 2 jagoan kampung. Hingar bingar para penjual dalam menawarkan dagangannya menjadikan music indah layaknya didalam mall-mall megah di pusat kota.

Memoir pendek ditengah pasar traditional ini membuatku sadar bahwa inilah duniaku, betapapun hebat ku membandingkannya dengan apa yang terjadi di luar kotak habitatku, namun disinilah keringat ku bergumul bersama nafas sengauku.

Yah inilah ruang yang disisakan Tuhan untuk kutempati. Memoir itu begitu indahnya merasuk dalam penggal hidupku.

1 komentar:

  1. kotak memori kita bisa nggak ya dimanfaatkan dengan maksimal

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.