Siluet Senja


Sudah beberapa bulan ini mataku selalu terpaku ke sisi kiri setiap melewati kuburan china diatas tanjakan itu. Melewati jalan aspal di salah satu ruas padat adalah rutinitas yang harus kujalani setiap pulang kantor, tepat di sudut 60o ketika jarum pendek berada di atas angka 5 laki-laki itu selalu kulewati. yang membuat mataku selalu melirikkan pandangan walau sedikit, hanya pandangan.

sore ini pun hal yang sama kulakukan, laki-laki itu pun melintas tepat di jam dan menit yang sama, spot yang selalu sama. melangkah gontai seperti tak memiliki beban sedikitpun, melewati lajur kendaraanku dan memandang kosong ke sekitarnya.

laki-laki itu kumal, bertopi bundar seperti topi pemancing yang sering ku lihat di Televisi namun dengan lubang yang lebih banyak disisi-sisinya dan yang pasti tanpa pin khas pemancing. bajunya lusuh, tampangnya menunjukkan betapa keras dia bekerja setiap harinya. kumis tipis dan jambang yang tumbuh tak beraturan.

dia berjalan terseok, cacat? sepertinya dahulu kala penyakit polio pernah menyerangnya hingga setengah tubuh bagian kirinya tak bisa berfungsi seperti layaknya yang lain. wajahnya sayu, tanpa ekspresi, kupikir bukanlah polio penyebabnya, seperti wajah yang tertarik setelah terkena serangan strock. hingga membuat sebagian wajahnya terlihat tak proporsional, sekilas kulihat ada tetes tetes liur di sudut mulutnya.

kemanapun dia melangkah setiap kali kulihat didepannya pasti ada gerobak kecil yang dia gunakan untuk sandaran hidupnya, mata pencahariannya dalam mengais rupiah. gerobak itu kecil tak layak ku sebut gerobak, karena hanya terdiri dari 4 buah roda kecil, sebiji kayu sebagai pendorong dan sekotak besar lembaran seng yang entah bagaimana caranya bisa membuat tiap sisinya menutup dan menyisakan rongga besar ditengahnya. ku tebak isinya adalah kompor minyak tanah karena diatasnya tertutup sebuah penggorengan kecil beserta tutupnya.

itulah mata pencahariannya, menjajakan makanan kecil apapun namanya yang pasti setiap dia melewatiku semuanya sudah ludes terjual karena di kotak kecil disisi penggorengan itu tandas setiap adonan tepung yang terlihat berserakan tak beraturan.

betapa keras ku picingkan mata tuk memperhatikannya bapak itu pun tak pernah berusaha untuk melihat setiap orang yang melaluinya, mungkin tujuannya hanya segera sampai rumah. mungkin istrinya atau anak-anaknya sedang menunggu kepastian kehadirannya di salah satu gubuk reot dibawah jembatan. mungkin di hatinya kini, satu-satunya organ yang tak dihinggapi kecacatan merindukan segera menimang buah hatinya dan menyodorkan setangkup rezeki yang diperolehnya dengan jerih payahnya.

demi tanggung jawab, demi profesi kebapakannya, kekurangannya tidak pernah menghalangi tuk mencukupi sebisa mungkin apa yang dibutuhkan keluarganya. mungkin dia bukan tidak pernah melihat setiap orang yang melewatinya, mungkin telinganya sudah capek selalu dicibir, mungkin matanya sudah pekat untuk selalu dihina.

atau mungkin saja bapak itu hanya khayalanku ditengah capainya rentetan pekerjaan yang mendera seharian tadi, mungkin aku harus segera pulang dan memeluk ketiga anak-anakku, mencium kening istriku mendekapnya dan mengatakan,”betapa kalian adalah surgaku, dan alasanku tetap sanggup memikul beban ini.”

untuk bunga pioniku(istriku) : febri
untuk kaset tape recorderku (putri sulungku) : fidza
untuk (preman pasarku) jagoanku : romiz
untuk satelite yg mengikuti kemanapun ku pergi (putri bungsuku): mala

10 komentar:

  1. 'bunga pioniku' i like that ...!

    BalasHapus
  2. "mungkin aku harus segera pulang dan memeluk ketiga anak-anakku, mencium kening istriku mendekapnya dan mengatakan,”betapa kalian adalah surgaku, dan alasanku tetap sanggup memikul beban ini"

    ini kata-kata yg paling mengesankan ketika saya membaca posting ini Mas Ichang.... makasih sudah mengingatkan saya....

    BalasHapus
  3. @joe : sederhana, tak sepongah mawar dan tak seanggun melati, hanya saja pioni ini mampu meliuk sedatar tanah kala angin bertiup kencang.

    @pak sugeng : istri duluan malah yg meluk abis baca postingan ini pak...hehee

    BalasHapus
  4. Kisah yg sangat inspiratif, mas. Seneng sekali telah dibagi disini.
    BTW, maaf banget baru bisa berkunjung sekarang, karena inet beberapa hari mati total... :(

    BalasHapus
  5. Ya Allah, mudahkanlah rejeki bagi laki2 itu...

    Terbaru banget aku membaca kisahnya mas.

    BalasHapus
  6. Orang itu sangat sabar dan hebat... Kagum deh.

    BalasHapus
  7. Sedih sekali kalo baca kisah2 sedih spt itu, Om...

    BalasHapus
  8. mo nangis, teringat perjuangan bapak buat aku dan keluarga... hiks... bagi tissue, dong!

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.