Ketenangan jiwa


Sore kemaren kulepas lelah dengan menerima ajakan rekan-rekan untuk menghabiskan sore dengan bermain salah satu olah raga yang lagi ngetrend akhir-akhir ini. Futsal, dulu olah raga ini tak terdengar sama sekali karena memang belum ada yang berusaha memperkenalkannya. Setidaknya di beberapa kota di sekitarku, kini bahkan pamor sepakbola lapangan lebar sudah mulai tergusur. Selain karena dibutuhkan lapangan yang lebih luas, juga lebih mudah mengumpulkan 10 orang dari pada 22 orang agar 1 pertandingan dapat dilaksanakan.

Sore itu sebuah kantor instansi sebelah kantor mengundang kami untuk berlatih bersama, di tempat yang dijanjikan dan jam yang sama kami berkumpul. Karena sifatnya yang hanya latihan persahabatan kami bermain penuh dengan canda tawa. Kami bermain layaknya hanya bersyaratkan keringat kami mengucur, hormon endorphine kami terpacu hingga perasaan bahagia bermain dalam kompetisi yang sedikit ‘garing’ pun terasa nikmat.

Tak lama berselang suasana kompetisi mulai terasa, dimana diawal kami hanya bermain santai semakin lama permainan kami semakin menjurus menuju persaingan murni. Kami berusaha mencetak goal sebanyak-banyaknya tentu saja dengan tidak melupakan bahwa kami hanya berlatih persahabatan bukan kompetisi murni. Hingga benturan-benturan keras masih bisa kami hindari.

Hingga pada satu titik, setiap kali kami menendang, menggunakan segenap tenaga karena emosi yang membuncah sebanyak itu pula bola kami tendang melenceng dari gawang yang kami bidik. Sehebat itu pula pemain lawan memperdaya kami, membobol gawang kami yang sudah terluapkan emosi, terburu-buru dan tak sabaran. Walau tetap dengan menahan benturan keras, tanpa sadar kami bermain hanya mengandalkan nafsu.

***

Suara sms berbunyi kencang, ajakan bermain volley sore ini membuatku bergairah lagi setelah seharian disibukkan oleh penelitian pekerjaan yang membutuhkan kecermatan tingkat tinggi. Volley juga salah satu olah raga yang mampu menembakkan hormon semacam morphine yang membuat ku merasa bahagia ketika beraktifitas dengan olahraga kegemaran.

Sore ini kuota 2 tim telah tercukupi untuk melangsungkan beberapa set pertandingan, pada babak-babak awal ketika semua berjalan dengan ringan dan santai, setiap smash yang kulancarkan selalu mengenai target yang kuinginkan. Tinggi net tak menjadi masalah bagiku tuk melompat dan mengirimkan beberapa tembakan dengan kecepatan lumayan.

Hingga mendekati babak-babak akhir dan beberapa rekan setim mulai membuat kesalahan, maka disitulah emosi mulai mendera. Walau ini adalah pertandingan biasa tanpa piala dan target namun ketika lelah sudah datang dan emosi kompetisi melanda maka jangan harap untuk bisa memukul bola, bahkan melompat pun sudah terasa malas.

***

Entah dimana bisa dimulai setiap kejadian, namun dari hal tersebut ku belajar. Ketika segala hal dilakukan dengan terburu-buru dan dengan emosi yang tak terkendali maka setiap tujuan akan menjadi kabur dan lenyap dari rencana.
Melihat segala hal dari ketenangan jiwa seperti menyingkap kabut dipagi hari dengan pelita. Menjadikannya lebih terang dan mudah terlihat. Namun tak setiap orang mampu menemukan ketenangan jiwa ketika kondisi dan environment selalu mendiskreditkan dan memojokkannya.

Terkadang sehebat apapun sosok seorang figur apabila terus menerus dirongrong dengan tekanan maka emosi akan mengaburkan keputusannya.
Kisah hebat dari seorang khalifah yang juga menantu Rasulullah. Ali yang pernah berduel dengan seorang Yahudi karena menghina Islam, batal membunuh "musuhnya" padahal senjatanya sudah terhunus dan si Yahudi dalam posisi terjepit di bawah Ali.
Si Yahudi bertanya mengapa tidak jadi membunuhnya. Ali batal menusukkan senjatanya karena si Yahudi meludahi wajah Ali. Menurut Ali, kalau ia membunuh si Yahudi berarti bukan karena membela Islam, tetapi membela dirinya karena sakit hati diludahi. Si Yahudi kemudian mau mengikuti ajarannya dan masuk Islam.

Bersikap bijak dalam kondisi inilah yang taks emua manusia mampu melakukannya, padahal dengan ketenangan jiwa seeprti itu tujuan tak akan pernah kabur dari kepala dan hatinya, Bisakah ?

12 komentar:

  1. dimanapun.. di tempat kerja seperti apapun.. kita pastinya akan menemui yg namanya hal2 yg tdk kita sukai.. lingkungan, tmn kerja.. solusinya mungkin... kita perlu lebih banyak mangkuk2 kehidupan agar kita punya lebih banyak pilihan manakala kita sedang tdk merasa nyaman di salah satunya...

    BalasHapus
  2. Mungkin disaaat kita masih hidup tidak ada tempat dimana kita bisa menemukan kesenangan yang kekal , pasti ada satu dan lain hal yang tidak berkenan dihati

    BalasHapus
  3. Selamat malam... ternyata penyuka olahraga ya? Olahraga memang sarana refreshing yang murah meriah..?

    BTW, aku bingung baca komen Mas Icang di blogku. Apakah tak akan ngeblog lagi dan tak akan mampir lagi ke blogku?

    BalasHapus
  4. Kisah tentang kebijakan Ali itu memang pernah aku baca dan aku sungguh2 terkesan oleh kisah itu. Sulit menemukan orang yg memiliki kebijakan spt Ali, apalagi disaat2 sulit spt itu.

    BalasHapus
  5. Teman2 di kantorku juga lagi senang2nya bermain futsal lho. Sayangnya aku nggak ikut, soalnya nggak bisa. Takutnya nanti diketawain. Hmm...benar kata kamu. Sesuatu yang dilakukan secara emosional dan membabi buta akan berakibat fatal pada diri sendiri. Ini akan merusak segala hal yang telah direncanakan dengan matang. Akhirnya cuma penyesalan yang datang

    BalasHapus
  6. Ya jiwa memang perlu ditenangkan dan ditaklukkan. Ketenangan jiwa sejauh ini adalah kunci keberhasilan.

    BalasHapus
  7. kisahmu bnr2 membuat jiwaku tergetar kala membacanya.
    memang, kita hrs lbh bijak dlm mengambil sbuah kputusan. dan hanya dgn ketenangan jiwalah smua keputusan yg bijak akan bs kita peroleh.

    BalasHapus
  8. betul mas, ketenangan jiwa itu semakin sulit ditemui seiring dengan tuntutan hidup dan pekerjaan yang kadang memaksa melakukan sesuatu dengan cepat dan ke arah tergesa-gesa

    BalasHapus
  9. @majalah masjid kita : saya setuju mas

    @berpikir positif : menjadi bijak ketika semua hal tidak berkenan dihati ini yg sulit mas

    @catatan kecil : wah maksud saya bukan begitu bu, saya yg rugi kalau sampai tak mampir ke blog anda

    @the others : tepat sekali, ali salah satu tauladan yg sulit sekali dicontoh, namun tetap berusaha.

    @coretan hidup : penyesalan selalu hadir dibelakang biasanya ya mas?

    @newsoul : sip... saya setuju dgn bu elly

    @penghuni60 : benar sekali teman

    @hitungpajak : beginilah hidup...

    BalasHapus
  10. jadi pengen kumpul2 dengan teman

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.