Si toilet Sumber Imajinasi .*part II


Masa-masa sekolah memang masa yang paling indah kata lyric sebuah lagu. Memang dimasa ini kinerja hormonal didalam tubuh sedang bergejolak,sehingga tindakan kadang tak lagi berada di jalur nalar dan logika. Namun tak di pungkiri juga masa ini adalah idmana kita semua merasakan nikmatnya kebebasan.

Berromantika mengingat masa-masa itu pun masih meninggalkan desir desir yang tak bisa dilukiskan dalam hati. Tak terkecuali saya pun begitu, terkadang duduk berdua bersama pasangan diberanda rumah apabila topiknya adalah masa-masa sekolah gelak tawa akan pecah sedih duka akan sirna memang romantika masa itu tak terlupakan.

Ada kalanya romantika itu benar benar tak pernah bisa hilang dari ingatan, seperti saat saya disekap oleh segerombolan ‘preman sekolahan’ didalam toilet hingga bel pulang berdentang. Atau ketika saya di hukum oleh guru karena hari senin pagi ketika digelar upcara bendera lupa membawa topi kebanggan sekolah, hukuman itu adalah membersihkan toilet kelas.

Lagi lagi selalu berurusan dengan toilet, toilet toilet lagi. Namu di toilet kutemukan banyak hal rahasia yang kala itu tak pernah kudengar atau dibicarakan. Di toilet banyak kudapati keluh kesah, uneg-uneg atau ganjelan hati yang tak terucap. Baik itu tentang sekolah, tentang guru killer atau tentang beberapa rekan yang jatuh cinta kepada teman duduknya.

Di toilet banyak kutemui juga makian, makian jorok, makian sopan dan bahkan di toilet pernah kutemui sepotong puisi 3 bait yang benar benar mencerminkan seorang siswa yang sedang dimabuk cinta alang kepalang kepada gurunya sendiri. Begitu jujurnya si toilet hingga yang tak terucap pun bisa dikondisikan dengan si toilet.

Di toilet pun sering kumendapat pelajaran filsafat, mulai dari kalimat tenar Descartes “cogito ergo sum” “aku berpikir maka aku ada” hingga ungkapan pasukan roma ketika mau perang “memento mori” “ingatlah engkau akan mati!” menggambarkan bahwa belajar filsafat bisa dimulai dari si toilet. Namun tak bisa dipungkiri si toilet memang membantu setiap orang yang memasukinya untuk berkata jujur, menuliskan apapun yang terpendam didalam hatinya di tembok tembok si toilet. Member palajaran kepada siapapun yang memasukinya tentang makna kejujuran sebenarnya.

Makna kejujuran yang mulai ditinggalkan tatkala rezim baru PSSI menggusurkan rezim lama yang mengatasnamakan demi bangsa, demi persatuan, demi profesionalitas dan demi tetek begek lain yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan kejujuran dan pengabdian.

Kejujuran tak lagi dipandang ketika setiap 5 tahun sekali para pemegang uang menghamburkan modalnya demi fotonya di coret atau dicoblos di bilik-bilik kecil yang konon kabarnya melambangkan kejujuran. Alangkah lebih baiknya bilik-bilik kecil itu diletakkan didalam si toilet dan diberikan pengarahan tentang artikulasi kejujuran yang sebenarnya.

Kemudian pasanganku yang sedari tadi duduk diberanda disampingku menyuguhkan secangkir kopi anget dibawah rintik hujan. Walau kopi itu sedikit getir karena mungkin gula yang ada di lemari dapur sudah habis tetap saja kukatakan bahwa kopi itu manis. Karena itulah kejujuran..! *bersambung…….

1 komentar:

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.