Tak Mengapa Bila Harus Menjadi Cermin


“Akan memiliki fungsi yang hebat hanya ketika menancap dengan kuat, sebuah paku perlu dipukul berkali kali agar bermanfaat.”

Jika bukan karena jatuh, romizku tak akan mendapatkan luka. Yang lebih kukhawatirkan lagi apabila dia tak mendapat pelajaran ketika melalui hidupnya. Luar biasanya dia hanya tersenyum kadang meringis dan menceritakan kepadaku dengan bangganya bahwa lukanya telah bertambah lagi.

Mungkin aku menempanya terlalu keras, namun sebuah pedang tak akan bisa dibentuk bila tak dipanaskan dan dipukul berkali kali terlebih dahulu.

Pagi itu romiz dan saya berencana membuatkan sangkar kelinci yang sorenya telah kami beli, empat ekor kelinci berbulu mantel yang selama ini diidam-idamkannya. Diawal pagi romiz sudah membuka pintu kamar kami dan berharap saya segera mengambil alat pertukangan untuk membantunya membuatkan kandang agar kelinci-kelinci itu tak lari. 
Tergopoh dibuatnya namun meliat antusias yang berbinar dimatanya tak tega rasanya mematahkan semangatnya itu. Jeda berbentang tak lama diantara aktifitas pagi yang rutin kulakukan akhirnya kami pun telah duduk dihalaman depan yang terpaksa harus kami gunakan sebagai  ‘rumah’ bagi kelinci itu, menyingkirkan berpot-pot bunga kesayangan bundanya.

Ketika kasa-kasa sudah mulai tersusun kami pun mengapit tiap ujugnya dengan dua bilah bambu yang sudah kami persiapkan, namun kami selalu gagal mengapitnya dengan tali ijuk. Namun romiz punya ide yang lebh bagus yaitu mengapitnya dengan paku, tak habis pikir cara romiz berhasil menyatukan dua bilah bambu itu dan mebuat kasa-kasa terkatup sempurna.

Namun paku-paku itu butuh dipukul berkali kali agar berfungsi sebagi perekat dua bilah bambu itu, tentu saja saya yang sanggup memukulnya hingga menutup sempurna.

Dibutuhkan tenaga yang luar biasa untuk memukul berkali-kali paku-paku itu, dibutuhkan kesabaran ekstra pada pukulan pertama diatas paku itu agar tepat mengenai tengah permukaan paku sehingga pukulan pertama akan membuat paku dapat berdiri tegak dan menancap sempurna, terkadang juga dibutuhkan luka lecet dan sedikit darah agar paku-paku itu tak lagi goyah dan mampu menjadi perekat.

Nak, ayahmu bangga melihatmu tegar ketika luka mendera, namun tak adakah pilihan lain selain menjadi lilin untuk dapat menerima pelajaran? Menjadi cermin pun yang tanpa memantulkan panas ayahmu ini sudah sangat bangga, berkacalah dari pelajaran orang lain dan kurangilah luka di badanmu. Kelak engkau tetap akan menjadi lelakiku...!

Interlude : Tak perlu terlalu berlebihan bereaksi sebagai orang tua, dalam membesarkan anak-anak. Bersikaplah sewajarnya, khwatirlah seperlunya, regangkanlah curiga, agar mereka mampu hidup bersama masalah.

Duduklah bersama lukanya, berjalanlah beriring dengan tangisnya, nikmati teganya. Mereka, anak-anak kita itu sedang belajar hidup, menggeliat bersama sakit ijinkan tubuhnya berkeluh kesah namun jangan kebiri tubuhnya untuk sembuh kembali.

Bunda bunda yang luar biasa, menjadi sehat itu bukan perkara singkat, dibutuhkan proses yang benar sedangkan proses berbanding lurus dengan waktu, maka sipakanlah waktu untuk menempanya agar tubuhnya mampu melawan apapun  yang menyerangnya.

Apa yang saya tuliskan diatas adalah bentuk peduli saya betapa menjadi sehat itu bukan hal yg mudah perlu ketegaan yang luar biasa.

6 komentar:

  1. izin copas tulisan ini mas, saya tertarik dengan tulisan ini

    BalasHapus
  2. silahkan mas....!terima kasih udah mampir

    BalasHapus
  3. kunjungan gan.,.
    bagi" motivasi.,.
    apapun yang bisa kita lakukan lakukanlah sekarang .,.
    jangan buang waktu kamu sia2.,.
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

    BalasHapus
  4. terima kasih telah berkunjung sobat

    BalasHapus
  5. setiap manusia butuh waktu, kesalahan dan proses untuk mempelajari sesuatu

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.