Rumah kami adalah surga bagi
hewan-hewan terlantar begitulah para tetangga menjulukinya, tak heran memang
hampir setiap hari rumah ini selalu didatangi hewan tak bertuan mulai dari ayam
lepas sampai kucing bulukan. Bahkan suatu kali pernah ada burung tersesat yang
masuk ke lantai 2 rumah. Namun karena kami juga memproklamirkan diri sebagai
anggota Greenpeace yang tak dikenal,
dengan sukarela pula kadang hewan-hewan itu kami beri makan, apa yang ada di
meja makan atau didalam lemari es akan kami berikan. Padahal kami pun
sebenarnya tidak menghendaki datangnya hewan hewan terlantar itu namun rasa iba
kami sepertinya lebih besar dari keinginan tuk mengusirnya.
Yang paling banyak ada dirumah
kami adalah kucing, mulai dari kucing yang selalu bunting mungkin kembang desa.
Sampai ke kucing kecil yang semakin membuat kami iba. Sepertinya para kucing
itu tahu kalau datang kerumah ini pasti akan mendapat makanan sehingga mereka
memanggil teman-temannya yang sama-sama terlantarnya. Karena semakin hari ada
saja kucing yang masih asing. Namun begitulah rasa iba akan kucing itu tak
sanggup tuk mengalahkan keinginan tuk mengusirnya maka kami biarkan saja
kucing-kucing itu berseliweran diluar ataupun didalam rumah. Jadilah mereka
peliharaan kami setidaknya mereka berfungsi sebagai penjaga rumah dari para
tikus yang selalu menyerang makanan kami dimalam hari. Tidak rugi pula kami
memberi makan mereka karena sepertinya serangan tikus itu lambat laun
berkurang.
Namun sehebat-hebatnya kucing
dalam mencari makanan toh timbal balik yang diberikan tetap saja terkadang
menggondol lauk pauk kami. Sepatuh apapun kucing tetap mental kucing masih
tersimpan dimemory mereka, bila si empunya lauk lengah siap-siap saja ikan di
atas meja akan raib. Terkadang juga tak malu kami berkejar-kejaran demi seekor
ikan matang yang siap kami makan. Sungguh sayang kucing tadi berhadapan dengan
rasa lapar, bukan dengan kesadaran empunya lauk. Bila melawan rasa lapar
berhati-hatilah karena itu bisa membunuh.
Diantara sekian banyak binatang
peliharaan amatiran yang ada dirumah, mungkin hanya satu yang benar-benar
menjadi binatang peliharaan kami sesungguhnya. Seekor burung kutilang yang kami
dapatkan dari tetangga yang menemukan sarangnya jatuh dari pohon. Jadi dengan
sangkar seadanya kami pelihara burung kutilang kecil itu. Setiap pagi kami
sempatkan tuk sekedar mendulangnya dengan pisang kepok. Tiada yang istimewa
pada penampakan burung kutilang kecil itu, abu-abu hitam putih bahkan suara
kicauannya jauh sekali dari burung kontes. Namun kami merawatnya dengan kasih
sayang layaknya anggota keluarga kami.
Layaknya anggota keluarga
peliharaan kami satu ini sangat berbeda perlakukannya dengan peliharaan
amatiran lainnya. Makanannya pun dalam bentuk instan dengan vitamin dan
terkadang dihari libur kami beri menu istimewa berupa cacing tanah dan kroto
atau telur-telur semuat yang banyak dijual dipasar burung. Namanya juga anggota
keluarga maka seminggu sekali pun tak lupa dimandiin.
Suatu pagi ketika mendengar
ocehannya yang walau tak begitu merdu namun sudah cukup membuat pagi itu
menjadi cerah ada hal yang mengganjal dihati tentang burung kutilang itu. Sejak
masih kecil sampai sekarang yang kami pakai untuk kami jadikan rumahnya adalah
kurungan sempit nan kusam. Si kutilang sudah tumbuh menjadi burung dewasa
bahkan tuk mengepakkan sayapnya sepertinya kandang itu kurang lega.
Tiada salahnya menyisakan sedikit
uang untuk mengganti rumah si kutilang. Mencarikan sangkar yang lebih besar,
karena suaranya juga sudah cukup lumayan tak ada salahnya bila mencarikan
sangkar yang bagus sekalian pikirku. Toh sangkar yang lama juga sudah mulai
kusam dan lapuk.
Hari H tiba sangkar baru nan
indah telah kami beli, proses pindahan akan segera dilaksanakan. Awalnya kami
bingung bagaimana cara memindahkannya karena ini pertama kalinya si kutilang
pindahan rumah. Namun akhirnya kami putuskan tuk memegangnya walau ada sedikit
perasaan ngga tega. Dan akhirnya proses pindahan itu pun terlaksana dengan
sukses. Sikutilang sudah menempati rumah barunya yang lebih lega nan indah.
Setelah beberapa hari dari proses
pindahan ada yang aneh dengan sikutilang, gerak-geriknya tak biasa. Dia yang
biasanya bersiul dan bernyanyi tiap pagi kini hampir tak terdengar lebih mirip
burung bisu, bahkan ada yang lebih parah sikutilang hobi menubruk-nubrukkan
badannya ke dinding sangkar, seperti burung mabuk. Kami jadi serba salah
dibuatnya makanan cacing dan kroto yang menjadi makanan favoritnya kini jarang
disentuhnya.
Usut punya usut ternyata
sikutilang tidak betah dengan kandang barunya padahal kandang itu harganya
lebih mahal, lebih indah dan lebih besar. Akhirnya kami berinisiatif tuk
mengembalikannya ke sangkar lamanya yang sempit dan kumuh. Walau kemudian
sikutilang tak lagi menubruk-nubrukkan tubuhnya ke dinding sangkar namun
sikutilang telah menjadi burung bisu selamanya. Kami tak pernah lagi mendengar
siulannya sejak pindahan rumah itu. Walau kami sedih namun sikutilang tetap
kami pelihara statusnya tetap diatas peliharaan amatiran tadi. Karena kami
telah terlanjur sayang dengannya.
Sejak itu saya mulai berpikir
bahwa setiap kebaikan yang kita berikan kepada sesama belum tentu akan menjadi
hal baik bagi yang menerimanya. Memang kebaikan adalah selalu bermanfaat namun
bila kita berikan pada waktu , kondisi atau situasi yang tak tepat kebaikan itu
akan berubah menjadi hal yang begitu mengganggu bagi orang lain. Walaupun
dengan keikhlasan tinggi bila kebaikan itu akan mengganggu orang lain bukankah
juga tidak bermanfaat.
Perlu ada penilaian yang bijak
tuk memberikan kebaikan kepada sesama. Tidak pula tepat bila kebaikan itu
diberikan tanpa harus memperhatikan banyak sudut pandang. Berkaca dari
sikutilang kupikir perlu sekali lagi kupertimbangkan bahwa kebaikan yang
ditujukan kepada sesama belum tentu pula memberikan dampak positif bagi yang
menerimanya.
Saatnya hidup dengan lebih bijak,
kebaikan belum tentu juga memberi manfaat.
:D terkadang kebaikan juga jadi sia-sia juga tidak pada tempatnya ya..
BalasHapusnice share
sepertinya begitu, terima kasih telah berkunjung.
BalasHapushmm,,, kok mengena begini ya tulisannya,
BalasHapussekilsa tadi pas lihat judul aku kira membicarakan tentang seseorang.. ternyata tentang burung..
tapi berlaku juga lho pada manusia.. engk jarang kita berbuat baik untuk orang lain, tapi hasilnya malah enggak sesuai dengan apa yang kita harapkan
that's life.....
BalasHapusmantap. nice,
BalasHapussegala hal yang terjadi di dunia enggak se indah dan selalu sesuai dengan apa yang jadi keinginan kita.
kita lah yang harus pandai menyesuaikan diri
kasihan burungnya, dah terlanjur jatuhcinta sama rumah yang lama kang
BalasHapusbtul bnget sob tdk smua kebaikan d'blas dengan kebaikan lagi
BalasHapus@obat penyakit : betull. makasih kunjungannya
BalasHapus@riri anita : kadang burung pun mengerti konsep hidup sederhana.. hehe
@obat impoten : ya berbesar hatis aja...