Lelaki Itu ...


“Cepatlah besar, matahariku!
Menangis yang keras janganlah ragu!
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku!
Do’a kami di nadimu.~Galang rambu anarki-iwan Fals~

Sepenggal bait penggugah pagi saat meninggalkan wajah buah hati di teras rumah, memotong tiap bagian wajahnya di antara kaca spion dan sudut tembok rumah. Pagi ini matahari tak lagi malu mengangkasa setelah sepekan penuh enggan menyapa dibalik peraduan.

Tanpa terasa jagoan nomor dua sudah beranjak besar, tepatnya lima tahun enam bulan sudah di laluinya sejak kepala mungilnya tertangkap di dekapanku. Berdebar rasanya karena si sulung adalah perempuan maka yang kedua sangat ku berharap adalah jagoan. Kemudian lahirlah Muhammad romiz Syahzada manusia terpuji yang memiliki tanda seorang pemimpin.

Melihat perawakannya yang tinggi walau tak terlalu besar, dengan wajah kuning langsang hidung mancung dan sebuah tahi lalat mungil di pipi kirinya. Bisa jadi dia adalah laki-laki dambaan para wanita kelak dari sisi lahiriyah, setidaknya PR-ku menjadikannya dambaan para bidadari secara batiniyah. Harapan yang tak terlalu muluk ku kira.

Hari Jum’at pagi itu diharapkan seluruh orang tua dapat hadir di acara pengambilan hasil studi siswa yang bersekolah di sebuah TK yang jagoanku juga menimba pemahaman karakter disana. Namun kali ini hanya diriku yang memiliki keluangan waktu untuk mendatanginya, bundanya sedang super.

Tebakanku tepat, pagi itu sepertinya hanya jagoanku yang didatangi hanya oleh separuh orang tua. Hampir seluruh siswa di dampingi genap oleh orang tuanya yaitu ayah dan ibu. Bagi jagoanku tak ada masalah, tapi bagiku itu masalah. Walau kali ini mendapat pemakluman dari si jagoan semoga kedepannya kami genap mendampinginya.

“Romiz, dia bak artis disini pak. Semua guru terkesan dengan keramahannya, kesopanan tutur katanya.” Papar sang wali kelas.

Aku pun yakin semua wali kelas pasti akan memberikan berita terbaik bagi orang tuanya, karena semua yang kurang baik ada di dalam sebuah buku yang kemudian hari disebut ‘raport’. Aku pun hanya tersenyum. Namun benarkah itu yang terjadi? Bahwa jagoanku adalah pribadi yang ramah dan cenderung lemah lembut?
Selidik punya selidik tak hanya satu dua temannya yang menyukainya dan lebih memilih bermain dengan jagoanku, karena dia ramah bertutur sopan dan berperawakan lembut. Tak pernah membentak tak pernah memaki.

Aku tidak khawatir tentang hal itu, namun ekspektasiku tentang lelaki bukanlah seperti apa yang diberitakan sang wali kelas pun bukan yang digambarkan teman temannya. Laki-laki di dalam awan pikiranku adalah sosok yang tangguh, berperawakan kasar, tahan banting. Bayangan laki-laki di benakku adalah layaknya maskot Marlboro di plang plang iklan, coboy berwajah sangar dan penuh baret luka kehidupan.

Namun tingkah polah dan sifat jagoanku menjungkir balikkan semua gambaraku akan lelaki. Dia mengajari bagaimana seorang lelaki yang lembut, seorang lelaki yang sopan dan dengannya menarik simpati dan hormat.

Dia bukan lelaki yang digambarkan Iwan fals, dia mungkin tak akan mengepalkan tinjunya tuk menghancurkan kesombongan. Dia mungkin tak akan menangis dengan keras untuk mewujudkan sesuatu, namun do’a kami tetap di nadimu, nak!

2 komentar:

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.