Engkau Kupanggil Ayah




Getaran Handphone bergidik diatas meja
menjalarkan kabar yang mungkin tak terbayangkan
seketika suasana lengang mencari arah suara
di seberang hendak berkata sayup sayup terbawa angin

aku tak pandai berucap
mungkin hanya menambah beban
namun tak sanggup rintihan itu ku bekap
dadaku sesak namun engkau sedang butuh sandaran

wanita yang kita puja bersama telah lama berlalu
aku tahu itu masih meninggalkan pilu
walau selalu kau coba untuk menutup haru
hari harimu masih tetap seperti malam malam kelabu

di kala senja sering kau duduk disampingku
mungkin sudah lama aku melupakan rasanya menjadi anak kecil
ketika kau sering menina bobokkan lelahku
menyelimuti malam-malamku ketika tubuhku menggigil

entah berapa puluh kali aku menantang egomu
namun kau selalu memiliki halus budi
mempersilahkan marahku
dan meredamnya dengan hangat pelukmu

engkau kupanggil ayah, karena memang engkaulah panutanku
kini suaramu tak semenggelegar dahulu
rintihmu rapuh, tatapanmu layu, dan senyummu mulai kaku

engkau kupanggil ayah, sebab tanpamu dunia tak akan pernah menyapaku
lihatlah kini, anakmu tertatih membawa beban
berjibaku dengan peluh dan keringat dengan dada lebam

engkau kupanggil ayah, hingga akhir hayatku pun nasabmu melekat erat
kini hadirmu kutunggu, akan kubuktikan baktiku kuat
jangan tunggu harapku nyata di saat segalanya telah telambat

Ayah...

4 komentar:

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.