Tips dari Guru SD ku


Mencoba merekatkan kembali kepingan kepingan puzzle ingatan. Sebuah gambaran kurangkai satu demi satu, banyak yang terserak namun tetap kucoba. Masa lalu sebenarnya hanyalah serpihan kertas buram yang berusaha kita kubur tak pelak membuat indahnya kenangan sedikit sirna.

Pendaftaran Sekolah Dasar telah di tutup ketika aku memutuskan mengikuti orang tuaku dinas di kota yang bukan menjadi tanah lahirku. Sehingga membuat kelabakan kedua orang tuaku, tak ada lagi sekolah dasar yang menerima murid baru. Namun bukanlah orang tua namanyabila tak mendapatkan solusi untuk buah hatinya. Entah bagaimana ceritanya mendapati diriku duduk di sebuah bangku panjang ruangan kelas sekolah dasar.

Satu tahun kulewati, kelas satu usai sudah. Namun kenangan di Sekolah Dasar itu sama sekali tak meninggalkan bekas, aku melupakan seluruh teman kelasku bahkan aku lupa nama dan wajah guru-guruku. Kelas dua orang tua memindahkanku ke sekolah Dasar yang lebih dekat dari rumah dan yang paling penting lokasi sekolah itu tidak membuatku menyeberangi jalan raya lintas utara pantai jawa itu. Yang pasti selalu membuat orang tuaku khawatir walau diriku sendiri tak terpengaruh apa-apa.

Di sekolah yang baru inilah rajutan memory mulai tersulam indah. Sebagian besar teman sekolahku adalah para tetanggaku sendiri, anak-anak kampung yangmasih berpikiran sederhana. Sekolahku pun hanyalahsekolah dasar desa yang lebih dikenal dengan julukan “Sekolah pagar kayu jaran”. Sekolahku memang memiliki bangunan tua yang rendah beratap asbes berjendela teralis kawat laksana kandang burung merpati. Di sepanjang pembatas arealnya ditumbuhi sejenis tanaman pelindung yang masyarakat sekitar menyebutnya kayu jaran.Kalau anda sedaerah dengan letak sekolah saya anda pasti tahu nama pohon itu. Itulah nama yang tersemat bagi sekolah kampungku.

Ketika hujan mendera kami diperbolehkan memakai sendal karena seluruh jalanan dan halaman kelas kami adalah tanah, hingga apabila kami memakai sepatu maka kelas akan menjadi sangat kotor dan becek. Ditambah dengan beberapa lubang di atap kelas kami menjadikannya semakin becek. Tak pelak bila hujan tiba terkadang pelajaran akan diberhentikan sementara dan kami pun bergotong royong untuk membersihkan kelas.

Guru yang paling saya ingat sejak kelas satu hingga kelas lima adalah seorang ibu yang cantik namun galaknya melebihi ibuku sendiri. Namun kuketahui bahwa ternyata ibu guru itu ternyata adalah rekan pengajian ibuku, aku pun jadi semakin ngeri dibuatnya. Entah kenapa ibu guru ini selalu mendudukkanku di bangku paling depan tepat didepan mejanya. Setiap ada persoalan yang sulit beliau langsung menunjukku untuk menyelesaikannya, katanya untuk mengajari yang lain.

Ibu guru ini mengambil mata pelajaran yang benar benar tepat dengan keahliannya, matematika dna keahliannya adalah ngomel. Klop perpaduan yang sempurna untuk sebuah kengerian kala itu. Tak jarang apabila diriku tak sanggup lagi mengerjakan soalnya cubitan sayang mendarang di pipiku sambil meringis gemas, entah gemas atau jengkel susah membedakannya. Yang selalu membuatku heran adalah aku yang selalu menjadi korbannya. Namun yang ku syukuri nilaiku tak pernah di bawah delapan untuk mata pelajaran beliau. Sayangnya walau aku begitu ingat gambaran wajah dan perawakannya aku lupa nama beliau.

Di kelas lima seorang bapak menjadi wali kelas kami orang yang sangat sabar dan tak pernah marah. Sepanjang aku mengenalnya tak sekalipun kulihat kemarahannya, bahkan walau kami pernah protes terhadapnya hanya karena satu kelas mata pelajarannya tak ada satupun yang mendapat nilai di atas lima. 

Tak banyak kenangan yang tertinggal tentangnya karena memang guru ini guru yang penyabar dan tak pernah menghukum muridnya. Wajahnya begitu melekat di ingatan karena beliau selalu memelihara jambang yang menutupi separuh wajahnya. Suatu saat aku pernah menanyakan tetang jambangnya yang membuatku bercita cita kalau dewasa kelak aku ingin memelihara jambang hingga lebat seperti beliau. Kutanyakanlah rahasianya, jawaban itu masih kuingat hingga sekarang “suatu saat kelak saat kamu punya istri, bantulah istrimu mencuci piring selalu. Setelah itu jangan basuh  tanganmu dan usapkan disekitar dagu dan pipimu, insyaAllah akan membuat jambangmu subur!”

Entah itu jawaban bercanda atau memang benar adanya aku tak tahu, yang pasti kalimat itu memicuku untuk melakukan tipsnya, walau kadang sedikit mendapat protes dari istri karena wajahku jadi sedikit bau amis makanan. Berkat ansehat inilah beliau menjadi satu-satunya guru yang masih berhasil ku ingat namanya, Bapak Slamet.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.