Seperti Spion Mobil




Nut....Nut.... Nut. Tengah malam, berkali-kali notifikasi gadget berbunyi. Paling juga warga grup yang lagi pada ga bisa tidur, pikirku. Walau sudah tersadar tidur namun rasa malas benar-benar tak mampu membuka kelopak mata. Apalagi sampe meraih gadget dan membuak layarnya, apalagi sampe ambil air wudhu’ dan shalat tahajud, apalagi sampe membuka mushaf dan baca beberapa ayat suci. Pokoknya malam itu bener-bener pingin tidur pulas ampe subuh.

Kubuka layar gadget ketika pagi menjelang, dan sudah ada lebih dari 200 notifikasi. Kegiatan yang begitu aktif dimalam hari dari para warga grup. Ada apakah gerangan? Oh.. MUTASI, pemindahan para pegawai baik itu untuk tujuan promosi atau penyegaran suasana. Hal yang sudah begitu lama tak kualami, hampir 7 tahun menduduki jabatan ini. Entah karena dedikasi atau memang tak ada pengganti yang bersedia takpernah kutinggalkan jabatan ini pun belum begitu besar hasrat untuk meninggalkannya.

Jabatan yang tak semua orang menginginkannya karena resiko keselamatan yang begitu besar, trouble solver yang sering berhubungan dengan kaum marginal di tengah hiruk pikuknya kota besar. Jabatan yang mewajibkan untuk berinteraksi dengan orang banyak dan membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Mungkin tak semua orang menginginkannya, karena juga berada di tataran jabatan yang berpenghasilan rendah. Tapi itulah harga sebuah dedikasi, i do it, and i love it.

Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar, tak pelak berganti atasan beberapa kali pun jabatan itu masih menempel erat di pundakku. Tak peduli berapa kali pun meminta untuk resign dari jabatan dan mencari pengganti tetap tiada berujung sukses. Ada kalanya jenuh melanda, ada kalanya semangat meluap-luap. 

Ketika jenuh melanda tiada aku ingin ditemukan, kutinggalkan semua rutinitas membawa motor tuaku ke tempat rekan berkumpul. Biasanya yang kutuju adalah bengkel, entah itu bengkel mobil atau bengkel motor. Para sahabatku mahfum bila di waktu dhuha diriku datang biasanya hanya minta kopi, duduk-duduk ngobrol dan berbicara ngalor ngidul sampe waktu absen pulang tiba. Mereka sudah hafal, bahwa saya sedang suntuk dengan pekerjaan dan jabatan itu.

Ketika semangat berapi-api, topeng bengis seperti nempel di wajah. Saya tak memiliki cadangan kompromi bila semangat sedang membara, siapa saja saya sikat. Tak peduli dia bawa backing tentara atau pejabat. Bahkan duit segepok pun tak kuindahkan, namun hal yang paling membuat topeng bengisku kutanggalkan adalah apbila ada seorang tua renta yang harus kudatangi dan ku’gorok’ penghasilan yang menghidupinya. Semangat itu seperti lilin dihadapan matahari, meleleh tak bersisa. Bapak atasan, setiap peraturan yang bapak tetapkan memang mendidik kami yang duduk dijabatan ini untuk bengis namun kami pun masih manusia yang memiliki hati nurani. Terkadang di hadapan peradilan dagelanmu hal itu tidak menjadi pertimbangan bukan?

Di pagi itu setelah layar gadget hidup dan seluruh file terbuka semua, ada nama saya disitu. Mentereng diantara yang lebih mentereng. Bukan perpindahan jabatan yang diinginkan banyak pegawai, bukan pula mutasi yang memisahkan keluarga. Namun hanya pergeseran tempat dari lantai dua ke lantai empat, hanya pengistirahatan jiwa dari pemegang kuasa ke jongos biasa yang melayani atasan. Luar biasanya justru itu yang menjadi dambaan beberapa orang disana. Sehingga tak sedikit yang serta merta mengucapkanku selamat, padahal saya sedang dicopot dari jabatan saya. Ketika itu baru saya sadari, jabatan itu ternyata seperti spion pada mobil. Part atau bagian mobil yang tak begitu mempengaruhi jalannya sebuah mobil, hanya saja ketika ada mobil itu akan bisa berjalan lebih baik.

Saya kembali mengucapkan selamat kepada jiwa saya, bersyukurlah jiwa, kamu kembali tenang. Tak ada lagi godaan untukmu, waktu ini adalah waktu terbaik bagimu untuk membersihkan karat-karat yangs elama ini hinggap dan melapisi sendi-sendi mu. Suatu saat ketika dirimu sudah bersih kembali, siapkanlah pelumas yang lebih kuat agar karat-karat itu tak kembali mengotorimu.

Hanya untuk mengingatkan, suatu saat entah akan kemana dibawa jiwa ini? -kubikle 7 tahunku, Rabu 8 Mei 2013-

Cerita berlanjut menuju sodoran sodoran kebaikan hati WP/PP kepada Jurusita :

1. Menjadi seorang jurusita itu menyenangkan, banyaks ekali pengalamn-pengalaman hidup yang mewarnai. dan juga sebuah tempat untuk menggembleng mental dan pengembangan diri. bagaimana tidak saya yang dulunya adalah seorang yang tak memiliki kepercayaan diri yang besar kini memiliki kemampuan untuk 'sok pintar' dan 'sok ahli'. hingga suatu saat seekor anjing besar mirip acara film yg ditonton anakku scooby doo menghentikan langkahku dan menciutkan mentalku.

Kesalahan terbesar saya adalah memparkir mobil dinas plat merah saya di halaman dalam rumah tersebut, sehingga jurusita yang gagah perkasa ini hanya bisa duduk diatas kap mobil dan berdoa semoga hujan taks egera datang, karena si scoby doo ini masih diam tak bergerak disamping mobil.

-***-

2. Dia pengusaha besar dikota ini, suplier ban mobil terbesar dan memiliki 2 toko besar, chineseman di umur tanggung, dengan wajah gagahnya dan perawakan tinggi besar. cara bicaranya lantang, untuk memastikan bahwa lawan bicaranya terintimidasi.

Tersiar kabar dulu dia juga supplier para oknum pajak, tentunya supplier royalty. namun jaman sudah berubah, pajak telah berbenah kini bahkan oknum pajaknya yang menolak pemberian. sehebat apapun dia dulunya, dihadapan petugas pajak taklebihs eperti kucing yang mengeong demi mencium ikan asin diatas meja.

Hari itu saya datang membawa surat sakti yang mengindikasikan beberapa asetnya akan saya ambil paksa. anehnya seluruh pegawainya mempersilahkan saya untuk leluasa memasuki area usaha dan gudang nya. untuk menyampaikan pesan bahwa saya sedangs erius dan tidka main-main, saya bawa salah satu mobil usahanya.

Sore hari si chinese man garang menelpon, membentak, memaki bahkan mengintimidasi dengan menanyakan alamat rumah. saya tak bergeming hanya memintanya tuk datang ke kantor.
Esok harinya si chineseman garang datang, 15 menit berselang.. kegarangannya hilang, menghiba sambil meneteskan airmata.

Luar biasa, dia bisa menangis.

-***-

3. Tumpukan Surat tuk memaksaku sudah sama tingginya dengan novelnya Tasaro GK, harus segera dijalankan. kalau tidak pun tak masalah, peraturan berkata "disampaikan atau tidak surat itu tetap sah berkekuatan hukum tetap (inkrach)". bahkan kubuang disungai pun tak ada yang tahu, bahkan ku tanda tangani sendiri pun tak ada yang curiga. kali ini kejujuranku diuji, demi 50 ribu rupiah. ah kejujuran jabatanku hanya dihargai 50 ribu rupiah. wajar bila ada yang tak komit dengan jujurnya hati nurani yang dana bail out bertrilyun trilyun aja masih tidak bisa mengindikasikan sebuah kejujuran.

Ditumpukan terbawah surat surat itu ada beberapa daerah yang hampir tak pernah kudatangi. daerah pesisir yang kumuh namun katanya juga menyediakan 'kenikmatan'. karena penasaran, kujalankan saja beberapa surat itu menuju daerah yang katanya menjajakan dahaga dunia itu.

Ya salam, di pintu gerbangnya saya sudah disambut beberapa wanita bertanktop dan ber celana sependek .. ah tak tega saya menyebutnya. ingin rasanya pergi dari situ, namun karena dedikasi, iyah.. dedikasi.. sekali lagi dedikasi. saya kuatkan kaki tuk melangkah masuk. karena memang alamatnya ada di dalam area itu. ... sek.. sekali lagi dedikasi.

Saya memasuki sebuah rumah, pendek, tidak terlalu besar terkesan bangunan tua. duduk di ruang tamunya seorang renta yang baru kusadari setelah kuucapkan salam ternyata setengah buta. dan semakin kusadaris etelah sedikit berbincang bahwa kakinya juga hampir diamputasi atau bahkan sedang diusahakan agar tak diamputasi. diabetes peyebabnya ujarnya ramah sambil tersenyum lebar. mengambil penglihatannya dan hampir beberapa bagian tubuhnya.

Namun tak mengambil kejantanannya, buktinya seorang gadis elok tanggung menyuguhkan teh manis, mengaku putrinya.

Terbelalak dia ketika tahu maksud tujuan saya bersusah payah mendatanginya, berbagai upaya dilontarkan, berbagai muslihat coba diucapkan. namun saya bergeming, hingga dia menawarkan kesepakatan, yang sungguh membuat saya terpana dan hampir tak percaya.

"Kalau adik masih bujang, anak saya siap mengganti hutangnya. bagaimana? asalkan semua beres."

Saya buru buru pamit, bukan karena geram, namun tak lebih takut hati saya tak mampu menolaknya....

2 komentar:

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.