Aku, Matahari,Bintang dan Pioni


Mereka bilang jadilah seperi matahari yang selalu memberi tanpa pernah minta kembali, sayangnya matahari tetap tak bergeming ketika bumi memunggunginya. Dan setianya beralih kepada rembulan agar mengabarkan kepada dunia bahwa dia masih tetap memberi dan masih tetap tak meminta ‘kembalian’.

Kuceritakan padamu tentang kawanku, seorang yang tak begitu papa namun juga tak begitu kaya. Hanya saja setiapkali dia berkunjung pengeluarannya selalu melebihi apa yang mampu didapatnya. Bukan karena Tuhan terlalu pelit kepadanya,tak lebih karena inginnya melebihi apa yang ada dikepalanya. Namun bukan posisiku utuk menilainya, namun permintaannya selalu tak bisa kuacuhkan. Sekali ini dia datang dengan senyum mengembang namun tetap saja peranku adalah sebagai matahari yang tak harap kembali.

Mereka berkata jadilah gemintang diangkasa, yang memiliki rasa malu yang besar kepada matahari. Dia tak pernah mau mendahului pagi ketika matahari hendak menampakkan diri. Dia menunjukkan arah kepada yang tersesat, dia pun tak pernah mau menyesatkan apabila rembulan tertutup awan. Bintang setia menemani malam, dari awal hingga akhir dari kaki langit sebelah barat menuju kaki langit sebelah timur.

Aku memiliki seorang teman yang berbeda, berarapun yang dia minta atas produk yang ditawarkannya selalu kubeli tanpa menawarnya. Harapanku satu, suatu saat bila dia telah pikun dia masih mampu mengingatku. Seorang teman yang bagai gemintang setia menemaninya walau yang lain melupakannya. Namun harap bintang itu selalu sirna ketika matahari terbit. Bahkan panggian nomorku pun direhectnya padahal belum juga dia pikun. Aku akan tetap bagai bintang, setia menemaninya walau matahari telah terbit, ku harap matahari segera ke peraduan dan dia kembali hadir bersama malam.

Si penyair menggubah sajak, lihatlah pioni! Dia tumbuh di pinggir jalan, tak ada yang mengenalinya. Dia menggerakkan tangkainya, bukan untuk menarik perhatian. Namun karena badai hendak datang, dan dia memiliki kemampuan hebat yaitu meliuk sedater tanah tanpa mematahkan sehelai pun mahkota dan daunnya. Dia berdebu sehingga acuh lalu lalang tak memperhatikan. Dia tak berduri karena mahkotanya tak begitu berharga sehingga tak ada tangan jahil yang mau menyentuhnya. Dia pun tak memberikan wangi laksana melati sehingga setiaporang hendak memetiknya dan menjadikannya pajangan.

Temanku yang lain adalah sesosok mawar, mahkotanya anggun, hingga setiap mata memandangnya takjub, namun dibalik keindahannya beratus ratus duri siap melukai padahal duri itupun tak menambah keanggunannya. Setiap yang lewat meliriknya bukan untuk mengagumi keindahannya namun lebih ingin memetiknya dan memilikinya, sayangnya bila mawar tersebut terpisahkan dari durinya, maka dia akan layu dan tak menarik lagi. Ketika badai datang pioni selalu menasehatinya agar mampu meliuk sedater tanah hingga dia bisa tegak berdiri lagi, namun mawar lebih memilih mematahkan tangkainya dan tak tumbuh lagi demi debu yang menutupi.

+++

Berbahagialah disana kawanku, aku akan tetap menjadi matahari walau engkau selalu memunggungi. Aku akan tetap setia bak gemintang walau awan gelap semakin menutupi. Kemudian aku akan tetap menasehati tuk meliuk sedatar tanah walau badai semakin deras menerjang.

Kawan, matahari itu tak mengharap kembali, gemintang itu selalu akan menunggumu dikaki langit untuk membersamaimu melewati malam, dan pioni hanya ingin melihatmu bisa menirunya menerjang badai tanpa mematahkan tangkaimu.

Aku tak akan membakarmu, aku takan akan meninggalkanmu tercecer diujung malam, dan aku tak akan rela melihat tangkaimu patah!

Kawan aku ada ketika kau lupa….

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.