Antara Saya dan Juru Parkir

Tahukah anda siapa orang yang tak kita kenal, mungkin belum pernah bertemu sebelumnya namun hanya mendengar satu kalimat awalnya sudah langsung kita percaya?

Sebenarnya bukan sosok seseorang, tak lebih adalah profesi. Profesi ini mengalahkan guru SD kita, bila guru SD kita bilang bahwa matematika itu mudah kita tak akan langsung mempercayainya. Profesi ini lagaknya juga mengalahkan ustadz dan ustadzah kita dalam hal mempercayai. Profesi ini bisa dilakoni oleh siapa saja namun kebanyakan yang menjadi sosoknya adalah kaum marjinal, karena kaum berada enggan menjalani profesi ini. Padahal untuk segi kepercayaan kita patut belajar padanya.

Profesi ini biasanya memakai rompi warna kuning, atributnya peluit terkadang dengan menggenggam lembaran recehan seribuan atau dua ribuan ditangan satunya untuk mempertegas bahwa dia adalah seorang juru parkir. Dialah agen kepercayaan itu, tak ada satupun pengendara tak pervaya dengan arahannya. Tanpa banyak Tanya dan protes apabila peluit sudah dibunyikan dan tangannya member aba-aba setiap pengemudi seperti terhidpnotis dan mengikuti perintahnya. Bahkan bila harus menggoreskan mobilnya si pengemudi akan mengelak tanggung jawabnya sebagai pengemudi dan serta merta menyalahkan si juru parkir.

Tak ada sepertinya profesi yang mengalahkan juru parkir dalam hal kepercayaan, anda sebagai pengemudi akan mempercayainya bahkan 120% dalam hal mengarahkan parkir kendaraan. Kepercayaan yang begitu saja terbangun bahkan walau anda tak mengenalnya sama sekali. Kepercayaan yang tiba-tiba muncul hanya karena suara peluit dan rompi kuningnya, profesi apa yang mampu mengalahkan ini? Anda bagai menyerahkan nasib anda di aba-aba dan ujung peluitnya.

Kepercayaan itu barang yang langka di jaman ini, bahkan terkadang kepercayaan itu tersimpan rapi di dalam sanubari tiap tiap individu. Sayangnya kadang kepercayaan itu menggerogoti individu itu sendiri seperti karat pada besi, seperti rayap pada kayu. Tak disadari namun terus berkembang destruktif, mungkin hanya individu lain yg bisa melihat kekeroposan pada individu yg menyimpan kepercayaan berlebih.

Berawal dari posting Facebook yang lagi heboh akhir akhir ini, sosok yang sedang booming dengan penggunaan bahasa Indonesia yang unik, menggabungkan awalan dan akhiran dengan cara yang tak biasa. Akhirnya  timbullah reaksi yang beragam dari kalangan masyarakat, dan yang mendapat porsi terbesar adalah, ejekan, cemoohan, mendiskreditkan, melecehkan bahkan sampai pada titik argumentum at hominem atau penyerangan terhadap personal.

Itu wajar, hal yang berbeda dalam cara pandang dan cara pikir masyarakat kebanyakan akan menimbulkan friksi, sebenarnya bukan hanya kasus ini saja perbedaan itu akan menjadi bahan pergunjingan. Sudah teramat sering kita temui pergunjingan hanya karena perbedaan yang tak terlalu menyentuh akar prinsip.  Bagi sebagian orang perbedaan itu adalah tabu, sejatinya ketabuan itu terjadi karena keengganan menelisik lebih dalam kebenaran yang ada. Dalam kasus sosok selebritis diatas yang menggunakan bahasa Indonesia dengan cara yang unik sudahkah kita mencari kebenaran penggunaan kalimat itu? Atau kita sudah terlanjur mencemoohnya dan merasa diri ini yang paling benar?

Sayang sekali kita memiliki kepercayaan yang tinggi dan lebih disayangkan lagi itu kepercayaan buta kepada diri sendiri.

14 komentar:

  1. sekarang ini sudah terlalu gampang menyerang orang mas dengan kata-kata ada bahkan yang menikmati kesuksesan dengan menyerang orang lain

    BalasHapus
  2. wow iya sih mas... saya baru sadar

    BalasHapus
  3. Itulah bedanya kepercayaan antara tukang parkir dan selebritis. Aku rasa bukan sekedar bahasa yang di'njelimet'kan tetapi lebih karena kurangnya kerendahan hati.

    BalasHapus
  4. profesi mulia.
    kalo pak ogah jalanan harus ekstra hati2 karena laju kendaraan sering ngawur

    BalasHapus
  5. @munir ardi semoga kita bukan bagian dari orang orang itu ya pak.. aaaamiin

    BalasHapus
  6. @Ninda biarkan jadi pelajaran bagi kita

    BalasHapus
  7. @Obat Sakit iyah pak, kita butuh mereka sebenarnya.

    BalasHapus
  8. Butuh orang yang berjiwa besar untuk bisa menerima perbedaan :)

    BalasHapus
  9. Luar biasa artikelnya sederhana tetapi tepat sasaran, sesuai realita.
    Salam kenal dari Tangerang

    BalasHapus
  10. @menujumadani terima kasih, dan terima kasih telah berkunjung

    BalasHapus
  11. Memang sebagian orang termasuk saya butuh belajar. terutama hal yang mendasar dari tukang juru parkir.
    meskipun disuruh-suruh orang, bahkan sampai dibentak, tapi ridho masih mau menjaga barang yang bukan miliknya. Saya setuju ini.

    nah kalao kasusnya vicky itu sudah beda, melebar kemana-mana mas, bahkan perkataan ibunya yg menurut saya keterlaluan. jadi kayaknya si ibu perlu belajar rendah hati jadi tukang parkir kalau mau mengarahkan

    Salam kenal mas :)

    BalasHapus
  12. @Heru Prasetyo haha... wah ga ngikuti berita lagi... ngomong apaan tuh ibunya?

    tapi boleh juga sarannya, oba jaditukang parkir dulu bu!

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.