Kejujuran Di Gelapnya Malam

Gambar diambil dari : www.ginanjarisme.com
Jum’at Malam, jam 09.00 WIB kebetulan masih di luar rumah. Sengaja untuk meluangkan waktu bersama anak-anak setelah sepekan penuh jarang keluar dikawal bapaknya. Jum’at tidaklah terlalu capai walau seharian tetap jam kantor tak berbeda dengan hari lainnya. Biasanya di hari inilah aku sempatkan waktu untuk sekedar membersamai istri dan anak-anakku. Malam hari, tentu saja waktu yang santai sambil membawanya hunting kuliner, atau hanya sekedar keliling kota. Wajah sumringah biasanya mulai terkembang sejak sore hari ketika ku menginjakkan kaki di depan pintu rumah, mereka seperti sudah tahu bahwa malam ini mereka akan bersenang-senang. Bahkan walau tak turun dari dalam mobil pun mereka sudah tampak bahagia.

Minggu ini kusempatkan tuk selalu membuka kaca jendela, memandang sekeliling keadaan disepanjang jalan yang kulewati. Sengaja kuarahkan kendaraan melewati jalan-jalan diantara pertokoan yang sudah tutup. Di bawah jembatan penyeberangan, diantara gerobak-gerobak penjual kelontongan. Mataku selalu terkesima, memandang kesegala arah. Tirai malam menjadikan wajah ibu kota propinsi ini berubah total dari keadaan di saat mentari masih bersinar. Jubah malam memperlihatkan sosok kota yang selama ini luput dari pandangan para pemangku kuasa. Penghuni malam bermunculan menghiasi sudut-sudut kota. Dibawah temaram lampu jalan mereka bersembunyi, rembulan pun tak sanggup menembus dingin diantara pelukan trotoar jalanan.
Kuhentikan sejenak laju kendaraan, ketika seorang anak kecil terlihat terlelap di antara 2 buah gerobak penjual kelontongan yang telah tutup sedari tadi. Kupandangi wajahnya yang sedang tidur, disela-sela wajah yang bermimpi itu kutemukan rasa lapar, kesedihan dan sedikit air mata. Hal-hal yang hampir tak pernah kutemukan diwajah anak-anak kecil lampu merah di siang hari. Maka benarlah ungkapan seseorang bahwa “Di malam hari lah engkau akan menemukan kejujuran wajah kota.”

Seseorang yang tertidur diatas gerobak yang penuh dengan tumpukan kardus, kain using dan karung goni, beberapa pemuda lusuh yang terlelap hanya berbantal tangannya di teras-teras pertokoan. Para pengemis amatir yang benar benar mencari belas kasihan untuk mengganjal perutnya. Disiang hari  aku mungkin akan menemukan seorang pengemis dengan omzet yang melebihi penghasilan seorang pegawai negeri sipil, di siang hari mereka adalah pengemis professional. Aku yakin para pengemis amatir di malam hari ini akan kalah bersaing bila mereka tetap mengemis disiang hari.

Kali ini ku ajak anak lelakiku turun dari kendaraan, kugamit tangannya dan bersama kami mendekati seorang lelaki renta di pojok sebuah ruko yang telah tutup. Kubekali anakku dengan sebungkus biscuit, mari sayang berilah bapak tua itu hiburan dengan mengenyangkan perutnya walau untuk malam ini saja. Besok mungkin kita akan membawakannya sebungkus nasi hangat dengan lauk yang tak pernah dia rasakan.

Bapak tua yang tertidur dipojok toko itu ternyata buta, anak lelakiku membutuhkan waktu agak lama hanya untuk membangunkan dan memberinya sebungkus biscuit. Sambil meraba dan mencoba mengenali si pemberinya, hingga membuat ketakutan anak lelakiku. Berlari kearahku dan setengah berteriak, langsung masuk kedalam kendaraan, tanpa pamit aku pun meninggalkannya.

Aku ingat dari sebuah tulisan blog, seorang blogger memprakarsai sebuah kegiatan amal, yaitu membagikan nasi bungkus kepada mereka, dimalam hari dihari yang tak pernah sama dan di tempat/spot yang selalu berbeda dan diberikan kepada siapapun dimalam hari itu yang masuk kriteria yang mereka anggap membutuhkan secara random. Kegiatan itu mereka lakukan secara sukarela dimulai dari 1 orang, berlanjut ke satu keluarga berlanjut ke beberapa orang dan akhirnya mereka mampu mengkoordinir beberapa donatur untuk membeli nasi bungkus dan dibagikan kepada para marjinal tersebut.

Kegiatan nyata inilah yang kemudian tercetus dalam benakku untuk segera diwujudkan, dikota ini sepertinya hal tersebut belum pernah terjadi. Ini adalah peluang nyata untuk memberi manfaat bagi sesama. Semoga segera berjalan, karena aku yakin banyak sekali dimalam –malam hari orang orang pinggiran ini yang tertidur sambil menahan lapar. Mungkin ini baru langkah awal tak ada yang tahu apa yang kemudian akan terjadi.

12 komentar:

  1. Semoga keinginan untuk selalu berbagi kepada sesama segera terwujud. Kita memang harus memulai dari diri sendiri.

    BalasHapus
  2. @Niken Kusumowardhaniaaaamiin. semoga bu... memulai itulah hal tersulitnya

    BalasHapus
  3. sedihnya.. di saat kita senang, masih ramai insan di luar sana yang kelaparan akibat kemiskinan.. amalan berkongsi (berbagi) dengan mereka amat mulia.. hanya tuhan yang dapat membalas kebaikan anda..

    BalasHapus
  4. @Mizz Aiza (Dunia Kecil) Aaaamiin... semoga menjadi inspirasi bagi yg lain. mari berbagi!

    BalasHapus
  5. punya kepedulian sosial... mesti belajar lagi saya juga

    BalasHapus
  6. berbagi kepada sesama..selalu membutuh suatu langkah awal dalam tindakan nyata..meskipun masih bernilai kecil, namun kelak kan terkumpul dalam jumlah besar.....insya ALLAH....salam :-)

    BalasHapus
  7. Ternyata malam hari memberikan pemandangan yang jauh berbeda ya ?
    Pemandangan di malam hari pun sesuram gelapnya malam rupanya.

    Semoga saja niatnya berbagi dapat dilaktsanakan dan syukur2 bisa menginspirasi yang lainnya ya?

    BalasHapus
  8. @Ami sama sama belajar mbak... dan saling menginspirasi

    BalasHapus
  9. @BlogS Of Hariyanto aaaamiin. langkah awal itulah hal tersulitnya om...

    BalasHapus
  10. @catatan kecilku tapi masih belum seluruh malam yang telah kujelajahi bu, baru penggalan malam pertama.

    aaaamiin.. semoga terlaksana bu.

    BalasHapus
  11. berapa usia anaknya mas, karena telah memiliki rasa empati yang tinggi terhadap sesama

    BalasHapus
  12. @Thanjawa Arif 6 tahun tanggal 7 oktober kemarin pak, saya biarkan anak saya belajar tentang kehidupan pak.. sejak sedari dini

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.