Hari Dimana Tak Ada Yang Boleh Sakit


Saya bersumpah bahwa : Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan | Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya | Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran…….. -Hipocrates-

Hari itu Tercatat sebagai hari dimana semua orang harus sehat, karena pada hari itu sebagian besar dokter sedang mengikuti aksi solidaritas untuk rekan sejawat mereka yang sedang di kriminalisasi oleh pasiennya. Tiga orang dokter ahli melakukan tindakan menyelematkan nyawa seorang pasien yang dalam keadaan kritis yang berujung meninggalnya si pasien. Inilah resiko profesi seorang dokter, tak tanggung-tanggung nyawa taruhannya. Dedikasi mereka terhadap kemanusiaan tak perlu diragukan lagi, namun apa yang terjadi apabila kerabat pasien yang kehilangan nyawanya ini memprotes tindakan para dokter ini, apakah para kerabat ini merasa lebih tahu kemungkinan hidup dari si dokter? Ataukah si dokter merasa lebih berhak menentukan nyawa seseorang daripada malaikat maut? Entah apa juga yang terjadi pada kisaran waktu kejadian yang terjadi pada 2010 hingga vonis datang pada akhir 2013. Interaksi antara kerabat pasien dan si dokter tentu belum terkspose oleh emdia sehingga yang diluar lingkaran kejadian tak begitu faham apa yang menyebabkan pihak kerabat menuntut atas tindakan tiga dokter menghilangkan nyawa pasien kala itu.

Dokter adalah profesi yang mirip guru menurut saya dalam hal tanggung jawab, lebih hebatnya lagi apabila guru hanta bertanggung jawab terhadap moral didikannya. Seorang dokter bertanggung jawab lebih dari itu, bahkan nyawa pasiennya tergantung tindakan yang dilakukannya. Berat? Tentus aja itu adalah resiko profesi yang dijalani bila pun kompnesai dari resiko itu begitu besarnya dalam bentuk materi yang bukan dokter ya jangan iri, tanggung jawabnya besar.

Dalam pandangan saya sebagai pasien beberapa dokter, bagi saya dokter adalah konsultan kesehatan saya. Bila saya diharuskan ke dokter maka niat awal saya bukan untuk sembuh, bukan untuk meminta secarik resep obat. Lebih kepada konsultasi tentang kondisi tubuh, konsultasi mengenai penyakit, konsultasi mengenai solusi menuju sembuh. Karena memang itu yang menjadi tugas pokok seorang dokter disamping harus menyelamatkan nyawa ketika kondisi kritis dan mendesak.

Dokter bagi saya adalah konsultan kesehatan yang saya bayar untuk memberikan masukan dalam penanganan kesehatan saya dan keluarga tentunya. Untuk masalah menjaga sehatnya agar tak sakit lagi ya itu tanggung jawab saya pribadi bukan dokter, maka kenapa apabila ada saran dari dokter yang memberikan resiko sakit lebih besar daripada sehatnya maka itu akan tetap menjadi pertimbangan, bukan berarti harus terdoktrin bahwa setiap saran dokter itu benar. Kita sebagai pasien juga harus tahu tentang kesehatan karena sepertiga ilmu di dalam ilmu dunia ini adalah tentang ilmu kesehatan, setidaknya begitu yang pernah diucapkan ibnu qayyim al jauzi.

Pasien dalam hal ini pasien dan kerabat yang ditangani oleh dokter yang sedang dikriminalisasi ini bisa jadi adalah sebagian kecil pasien yang benar benar belum mengetahui haknya sebagai pasien, sehingga apapun tindakan dokter dia akan pasrah. Apapun…!

Ketika hal buruk terjadi kerabat pasien ini dengan serta merta akan menimpakan seluruh tanggung jawab kepada dokter, padahal tak dipungkiri si pasien ataupun kerabat pasien juga tak mengindahkan tanggung jawabnya sendiri untuk tahu tentang kesehatan atau setidaknya tahu tentang prosedur kesehatan sehingga bila hal buruk terjadi dia tahu harus bagaimana dan tidak hanya menyalahkan dokter sebagai biang kejadian atau menjadikan sebuah kejadian sebagai mal praktek.

Namun sebagai kerabat pasien, saya juga menjadi kelompok pasien yang pernah dikecewakan oleh dokter dalam hal diagnosa sakit, pada tahun 2008 ibu menjalani anastesi pengangkatan tumor ganas yang pada awalnya diperkirakan tak akan menyebar dengan cepat. Sehingga dokter memutuskan untuk mengangkatnya dan 26 hari dari itu karena ibu pun meninggal. Dokter telah melakukan tindakan terbaiknya, kemoterapilah yang telah membunuhnya. Seandianya saat itu aku lebih faham tentang kesehatan tentu aku akan menghindari kemoterapi, namun setiap kejadian tentu saja akan meninggalkan hikmah dibaliknya. Dan tentu saja setiap kematian akan kukembalikan kepada sang pemberi kehidupan.

Sepertiga ilmu yang ditinggalkan kaum muslim itupun kudalami dari dua sisi yang memang bertentangan sejak dulu hingga kini. Medis modern dan medis ketimuran setidaknya walau mempelajari sebagian kecil dari keduanya telah memberikan gambaran jernih tentang kebaikan dan kelemahan dari keduanya. Sehingga apapun keputusanku tentang kesehatan di kemudian hari adalah keputusan yang seadil-adilnya karena telah sedikit kuketahui tentang keduanya. Percayalah bagiku dokter bukanlah kambing hitam karena seorang konsultan bukanlah yang bertanggung jawab terhadap apapun keputusanku.

Di setiap berita kriminalisasi itu hanya ada satu pihak yang terlupakan dan luput dari pemberitaan, yaitu pihak farmasi yang dalam hal ini direpresentasikan oleh administrasi rumah sakit. Tak dipungkiri bahwa rumah sakit itu sendiri adalah lahan bisnis bagi pemiliknya. Rumah sakit adalah representasi dari kartel farmasi dimana asumsi saya mengatakan bahwa logika bisnis mereka sama dengan senjata perang, yaitu “harus ada perang untuk dapat memasarkan senjata mereka”, itu sejalan dengan prinsip dagang para produsen antivirus computer dimana “harus menciptakan ribuan virus agar antivirusnya diterima pasar”.

Harus ada yang sakit agar profuk farmasi mereka dapat dipasarkan dengan lancer, berbagai propaganda diluncurkan namun bagi yang awas dan faham propaganda itu jelas-jelas adalah sebuah strategi perang terhadap kemanusiaan. Bagi yang awas dan faham…..

Masih banyak sekali dokter dokter awas dan faham dengan hal ini dan kemudian menanggalkan dedikasinya terhadap materi dan menggenggam erat dengan gerahamnya ideology tentang kemuliaan seorang dokter. Masih banyak kutemui dokter dokter yang rela materi bukan sebagai titik ketotolan yang harus dikejar namun lebih memilih hidup mulia dengan cita-citanya. Dokter-dokter inilah yang ingin kurangkul, kudekati dan kuhargai keilmuannya, kebijaksanaannya. Dokter-dokter seperti inilah yang menjadi tempat yang tepat tuk mempercayakan tanggung jawab sebagai pemegang sepertiga ilmu dunia……

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.