Kolak Sagu Yang Tak Nikmat

http://jemepga.blogspot.com
Gunung Dempo adalah satu-satunya gunung yang pernah kutaklukkan, dibilang Pecinta Alam sepertinya bukan. Hanya waktu itu statusku masih bujangan sehingga masih tersisa banyak waktu luang dan masa menemukan jati diri, syukurnya aku dapat bertemu teman-teman yang bisa mengarahkan ke kegiatan yang positif. Pendakian gunung salah satu contohnya, tidak muluk keinginan waktu itu hanya ingin merasakan bagaimana pencapaian sebuah goal dengan effort yang luar biasa.

Boleh di bilang Gunung Dempo yang terletak di perbatasan Sumatera Selatan dan Bengkulu adalah salah satu pegunungan yang masih jarang didaki sehingga masih bisa ditemui pohon-pohon yang teramat besar, spesies yang ukurannya lebih besar dari hutan lain yang ada di pulau jawa. Bahkan apabila beruntung bisa bertemu dengan babi hutan dan harimau liar. Alhamdulillah waktu itu yang kutemui hanyalah babi liar tak sampai bertemu si raja rimba.

Pegunungan yang salah satu puncaknya memiliki ketinggian 3.159 mdpl sedikit lebih rendah dari semeru. Dikelilingi oleh pegunungan yang menjadi sambungan dari pegunungan Bukit Barisan, Gunung Dempo terlihat menjulang di tengah-tengah perbukitan. Ditambah puncaknya yang memiliki kaldera tandanya gunung ini pernah meletus menambah keindahan yang ada dipuncaknya dengan kawah yang tertutup air belerang memungkinkan warna air yang berubah ubah.

Salah satu keindahan yang pernah disajikan Tuhan kepada mataku dalam hidupku. Bersama dengan 9 orang trainee untuk melakukan kegiatan diklatsar dan 5 orang pembimbing dan trainer kami digiring dibeberapa titik untuk melakukan test terakhir dalam rangkaian kegiatan untuk mendapatkan sertifikat trainer. Survival test yang harus kami jalani dimana kami di bagi menjadi 3 kelompok yang masing masing berisi 3 orang dan disebar diseluruh hutan selama 3 hari dengan peralatan seadanya dan hanya dibekali garam, sebuah golok dan sebuah kuali.

Kenangan yang selalu kuingat hingga kini dari kegiatan itu adalah ketika seorang teman dengan PDnya mencoba memberikan ide untuk membuat semacam kolak yang bahannya dari sebuah pohon sagu yang kala itu terlihat sudah hendak tumbang. Sehari tadi kegiatan berburu kita gagal, disebabkan bukan tidak adanya hewan buruan namun lebih karena ketidak lihaian kita dalam menuntaskan setiap perburuan. Walhasil hingga sore menjelang tak ada protein yuang kami dapatkan. Sehingga ide untuk mengolah pohon sagu itu pun datang, kami tumbuk kayunya, kami sadap air tandannya yang berasa agak manis. Kami olah hingga jadilah sebuah masakan ala kadarnya berasa manis dengan gumpalan sagu dan air dari tandannya yang terasa manis. Mungkin lebih mirip kolak sagu, namun lumayan mampu membuat perut kami tidak konser hingga pagi menjelang.

Masakan buatan teman yang hanya berbahan seadanya dan cara memasak yang ala kadarnya tanpa diduga meninggalkan rasa nikmat dilidah. Dengan hawa yang dingin menusuk tulang diawal malam itu kami bertiga menikmati kolak sagu. Entah apa yang membuatnya nikmat, apakah memang karena lidahku tak pernah merasakan sagu sehingga sagu ini terasa nikmat? entah karena hawa dingin pegunungan yang menyebabkan masakan apa saja asalkan masih hangat jadi lebih nikmat? Atau karena kami memakannya bersamaan di dalam satu wadah kuali yang memang diperbolehkan kami bawa? Yang pasti kesan nikmat itu begitu membekas.

hingga suatu ketika, aku teringat kenangan itu dan meminta istriku untuk mencarikan tepung sagu dan gula aren. Aku ingin mengolah kembali masakan temanku itu, aku ingin mengingat kembali kenangan diatas gunung itu melalui masakan yang begitu membekas kenikmatannya di lidah. Setelah semua tersedia, mulailah kuracik bahan-bahan itu sama persis dengan apa yang dibuat temanku diatas gunung itu, istri dan anak-anakku dengan sabar menunggu bapaknya selesai masak. Sambil penasaran apa yang dimasak bapaknya, mereka membantu sesekali.

Setelah kurasa aromanya sesuai dengan apa yang terbayangkan dikepalaku, kuangkat hasil masakan itu, si kecil sudah tak sabar melihat penampilan kolak sagu ala pegunungan itu. Istriku pun mencoba mencicipi, namun melihat raut mukanya sepertinya ada yang salah dengan masakan itu. Benar saja, ketika sesendok kuahnya ku perkenalkan kepada lidahku, masakan itu sama sekali tak senikmat apa yang kubayangkan, resep yang ada dikepalaku sama sekali tak ada yang kuubah bahkan tata cara dan urutan memasukkan bahan-bahannya pun sama persis. Apa yang salah dengan masakanku ini?

Dengan entengnya istri nyeletuk, “yang salah adalah kita tak memakannya dipuncak gunung, mas”. Aku pun tertawa lepas, bisa jadi pikirku. Akhirnya kolak sagu dengan resep kenangan itu tak kami habiskan, karena rasanya yang benar benar gagal disebut masakan. Kami pun mengeluarkan motor butut dan segera mencari pengganti yang sepadan di warung-warung kaki lima.

+++++++++++

Tak ada yang salah dengan resep hidup yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia, hanya saja kondisi dan situasi yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia semuanya berbeda. Sehingga mengapa menyamakan antara satu individu dengan individu yang lain itu adalah tindakan yang kurang fair bagi perspektif manusia. Seperti kolak sagu itu, dengan bahan yang sama, resep yang sama, tata cara mengolah yang sama akan memberikan rasa berbeda karena kondisi di pegunungan membuat kolak sagu itu terasa lebih nikmat dibanding ketika berada dirumah dimana apabila kondisi tidak memungkinkan masih banyak pilihan untuk memperbaikinya.

Modal kita sama hanya saja kondisi kita yang membuat kita memiliki rentang perbedaan dalam menuai hasil, Kawan!

6 komentar:

  1. Bunda_Fidza&Romiz&Mala11:34 AM, November 22, 2013

    jadi kapan kita ke Bromo yah? ^_^

    BalasHapus
  2. @Bunda_Fidza hahay.. sudah ada ajakan naik gunung lagi nih..!!

    BalasHapus
  3. salut banget sama orang2 yang suka menjelajah alam...
    saya sih ya pengin cuma males karena saya tipe orang yang ribet seisi kamar maunya dibawa semua hehe

    BalasHapus
  4. mungkin benar kata isteri saudara, perlu menikmatinya di atas puncak gunung, barulah berasa sedap.. hehe..

    BalasHapus
  5. @Ninda nikmat loh.. jalan jalan ituh. kalau seisi kamar mo dibawa ga papa.... kamarnya dibawa sekalian.. hehe

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.