Bercerita Kepada Nenek


Aku rindu pada wejangannya, entah sudah berapa waktu terlewat tak kutemui dirinya. Tak kuusap keriput-keriput punggung tangannya yang dulu sering kucium. Nenekku adalah sosok yang cerewet, tak kutemui sisi feminim kartini yang digambarkan wanita Indonesia itu dalam dirinya. Dia akan berang bila anak cucunya disakiti, dia akan melabrak seperti induk ayam ketika anak anaknya belum terlihat hingga malam menjelang.

Aroma bubuk beras yang di jadikannya bedak menusuk hidung bila terlalu dekat dengannya, namun berapapun mahal bedak masa kini yang kutawarkan untuknya selalu sukses ditolaknya. Bukan karena takut terlihat cantik kembali, atau tak mau terlihat trendi, tak lebih karena begitu sayangnya dia kepada anak cucunya. Hingga tak rela sepeserpun terbuang demi remeh temah semacam bedak untuk dirinya, toh bubuk beras pun mampu membuat keriputnya tak terlihat begitu jelas.

Nenekku adalah orang paling kolot sedunia, disaat dokter semakin menjamur, di setiap jalan pun ada plang tanda prakteknya, ketika diriku sakit tetap saja dapur adalah apotek terbaiknya. Bukan dia tak percaya dengan khasiat obat-obatan modern tapi dia sungguh menjunjung tinggi warisan nenek moyangnya, dan penolakan adalah racun bagi obat yang dia berikan.

Sekarang nenekku sudah menjalani kehidupan ini selama Sembilan puluhan tahun lebih barangkali, karena setiap kutanyakan kepastian tanggal lahirnya dia selalu gagal mengingatnya. Tipikal manusia manusia sisa penjajahan jepang seperti nenekku ini, tak pernah bisa mengingat tanggal lahirnya, jadi kuasumsikan saja bahwa umurnya sekarang adalah sekitar Sembilan puluhan.

Namun diumur itu dia seperti beraktivitas layaknya orang yang baru berumur enam puluhan, jalannya masih gesit, walau tubuhnya tak sesingset mudanya dulu. Matanya masih awas setidaknya untuk melihat anak cucunya, pendengarannya masih bagus terbukti setiap masjid samping rumah mengumandangkan adzan dia selalu siap siaga mendatanginya.

Pertemuan terakhirku dengannya, dia berpesan “jangan lupa tuk selalu menceritakan kegiatanmu, lewat telfon tak apalah. Nenek tahu kamu sibuk tak bisa selalu membawa cucu cucu ke nenek untuk bermain.” Pesan yang membuatku ingin selalu menceritakan banyak hal kepadanya, keluarga, pekerjaan, dunia, politik, kesehatan.. apapun itu. Aku tahu dia hanya ingin mendengar suaraku dan suara cucu-cucunya, dia tak peduli apapun topik yang kubicaran. Bahkan waktu yang kugunakan untuk bercerita kepadanya mungkin adalah manfaat bagi ragaku, sebagai pelepas lelah, sebagai diaryku, dan bahkan sebagai penampung keluh kesahku.

Tapi tidak, mulai saat ini aku tidak hanya akan menelfon nenekku. Aku juga akan menceritakan segalanya dalam cerita yang akan kumulai sejak kini. Cerita tentang apapun, meskipun mungkin kau tak mengerti apa yang kuceritakan setidaknya dengarlah ceritaku. Nenek..!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.