Simpatiku Pada Mereka Yang Bergerak


Hari ini matahari cerah sekali, hari hari kelabu sepertinya akan segera berlalu. Hari dimana mendung menyelimuti matahari, hangat sinarnya tak pernah sampi ke kulit. Pagi ini matahari memuaskan kerinduan alam akan kehadiran dirinya. Orang-orang beraktifitas antusias, burung-burung berdecit riang, pohon pohon gemulai menyambut bersama angin. What a wonderful day!

Telah lewat kehebohan di awal bulan kemarin, dimana banyak orang-orang digerakkan dengan paksa. Tak lebih karena keterpaksaan mereka juga sebab dari kosnekuensi. Konsekuensi yang diambil karena menerima pengahasilan tetap setiap bulannya. Konsekuensi mengabdi di tempat ini, tempat yang manusianya cepat atau lambat akan segera di robotisasi, tempat dimana manusianya akan dikondisikan agar tak mengenal tetangganya, tempat dimana keluarga adalah nomor sekian setelah pekerjaan. Disitulah aku bekerja nek, disitulah aku menumpahkan segala saripati kehidupanku, setidaknya sejak sebelas tahun yang lalu.

Nenek pasti sudah tahu, namun nenek mungkin tak akan pernah faham. Ketika nenek kesawah nenek berangkat dengan bahagia, aku berangkat dengan segala keterpaksaan. Walau pada akhir hari aku selalu bersyukur, masih diberi kesempurnaan untuk mendatangi tempat kerjaku. Ada banyak cara yang kulakukan agar jenuh, bosan dan kegamangan ini tak menggerogoti kreatifitasku. Kuyakin pasti setiap orang juga melakukan hal yang sama denganku, mengubah kebosanan dan kejenuhan itu menjadi menyenangkan.

Hari ini ada bisikan baru yang mulai menggelayut, rekan rekan kerjaku dibuat resah. Berdasar pengalaman pergerakan orang-orang sebelumnya, maka bisikan kali ini dan mungkin selanjutnya barang tentu akan membuat resah siapapun. Bila yang dibuat resah bawahan maka atasan juga akan mendapat imbasnya salah satunya ya penelanjangan di depan public melalui media massa. Sudah semakin cerdas dan kreatif rekan rekan kerjaku ini.

Bila yang dibuat resah adalah atasan, maka kebijakan bisa direfisi dan diperbaiki ulang sehingga keresahan itu hilang dan tak ada yang tahu apa yang terjadi. Apakah nenek punya informasi, di tempat lain juga berlaku begini? Karena bila hal itu tak terjadi di tempat lain, maka seharusnya tempat kerjaku juga harus lebih eksklusif dalam hal kompensasi.

Nenek pernah menceramahiku tentang ikhlas dan bekerja dengan kesungguhan hati. Jangan pedulikan apa yang kau terima tapi selalu koreksi apa yang telah kau beri. Namun hal itu adalah sebuah pekerjaan yang berat nek, pekerjaan yang mungkin hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang memulai harinya tidak dengan bosan, jenuh dan penuh kegamangan. Di tempatku bekerja ini, bosan adalah sarapan paginya, jenuh adalah makan siangnya dan kegamangan adalah makan malamnya.

Nenekku sayang, biarlah cucumu ini menjalani hidup dengan ketidak pastian itu. Karena akan rugi menjadi manusia bila telah mampu melihat masa depan, setidaknya si jenius Einstein pernah berujar begitu. Telah sempurna Allah menciptakan waktu sehingga tak ada satupun manusia yang mampu melihat masa depan barang sedetik pun. Begitupun apa yang terjadi dengan pergerakan orang –orang di sekitar tempat kerjaku ini. Sedih, duka, kecewa, lara, akan terobati dengan waktu yang diciptakan Allah membungkus alam semesta. Sehingga sejarah akan selalu menjadi pelajaran bagi yang mau belajar.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.