Sakit gigi


'Sakit itu letaknya hanya dipikiran, jadi konsentrasilah hingga sakit itu benar benar hilang!' seorang rekan pernah mengatakan kepadaku. nonsense, mungkin dia belum pernah merasakan sengsaranya sakit gigi. ketika sakit gigi, sehebat apapun aku berkonsentrasi dan menahan sakitnya tetap sakitnya ada di gigi ga pernah berpindah ke otak. apalagi hilang, kalau udah begini satu satunya solusi hanya paint killer. namanya sakit ya sakit, mau ada di kaki, di tangan, di perut di kepala kalau udah sakit ya sumber sakitnya yang akan memerintahkan otak tuk mengatakan dimana sumber rasa sakitnya. karena gigi dan geraham letaknya begitu dekat dengan otak maka informasi tak membutuhkan delay untuk disampaikan ke otak, hebatnya lagi karena begitu intensnya sakitnya bisa terasa berkali kali lipat dari sebenarnya.

Ada gunanya juga membaca beberapa literatur mengenai medis baik itu dari buku, ataupun dari mbah google. setidaknya menambah wawasan mengenai sakit dan penyebabnya. jadi, selama ini aku telah salah mengintepretasikan rasa sakit. Tepatnya telah salah mendeteksi sumber sakit gigi. gigi mungkin menjadi sumber sakitnya tapi produksi sakitnya justru tidak pada gigi. karena si gigi tertanam di gusi dan di gusi inilah ujung ujung syaraf yang jumlahnya ribuan berada. yang mengantarkan rasa sakit ke otak begitu cepat dan berlipat lipat intensinya.

Jadi, selama ini pun aku salah kaprah bila sakit gigi yang ku obati adalah giginya. Mungkin juga penamaan sakit gigi sejatinya juga salah besar, seharusnya menjadi sakit gusi. padahal seharusnya yang ku obati adalah gusinya. letak yang begitu dekat dengan otak tidak menjamin dapat mendeteksi dengan benar kesalah pahaman antara gigi dan gusi ini. efeknya semakin besar dalam hal penanganannya, buat apa juga aku ngurusin gigi bila sakit sudah melanda. ngurusin gigi seharusnya sebelum sakit melanda dan bila telah datang sakit gusi lah yang seharusnya mendapat pertolongan pertama.

Solusi, kadang begitu mudah mengucapkannya ketika masalah melanda, namun terkadang si problem solver lupa bagaimana memisahkan antara masalah dan distorsi. ketika distorsi yang diselesaikan maka masalah tak akan pernah menemukan solusi. ketika hanya masalah yang diselesaikan kadang justru distorsi mengaburkan solusi.

Teringat 'curhatan' adik lelakiku semalam ketika dengan begitu terbuka dia meminta waktuku untuk memberinya nasehat. diujung masa membujangnya dia telah menemukan tambatan hatinya, masalah muncul tentu saja distorsi juga muncul. masalah datang dalam bentuk bpak mertua dan distorsi muncul dalam bentuk kepastian status pekerjaannya. dia memintaku menuliskan resep obat yang paling pas untuk mengatasi sakitnya dan juga menyelesaikan distorsinya.

Obat telah diberikan beserta dosis dan racikan, tinggal dia sendiri yang sanggup memilah antara mana sumber sakit yang dipenuhi syaraf kesabaran dan mana distorsi yang juga harus diselesaikan ketika sakit sudah menghilang. solusi akan datang bila dia mampu menyelesaikan keduanya, meminum obatnya dan membersihkan distorsinya.

2 komentar:

  1. semoga dapat bermanfaat buat kita semua. Amin . . . . artikelntya sangat bagus sekali. Senang sekali berkunjung ke website anda.

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas kunjungan dan komennya teman

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.