Nasehat bisa datang dari siapa saja

“Tutur bener puniku, sayektine apantes tiniru, nadyan metu saking wong sudra papeki, lamun becik nggone muruk, iku pantes sira anggo”.

Saya terhenyak sesaat ketika kata terakhir dimulut selesai saya ucapkan. Kalimat tanya yang sederhana itu dijawab dengan lugas dan sukses membuat tahu penyet dimulut tak jadi tertelan. Mungkin memang sudah diputuskan bersama bahwa saya harus bekerja dan istri juga belum memilih untuk full ada di rumah. Dengan kondisi bahwa orang tua dan saudara tinggal berjauhan, diputuskan harus memiliki Pembantu Rumah Tangga. Hingga pada suatu kesempatan saya memiliki 3 orang pembantu dengan tugas berbeda.

Namun sejak beberapa tahun terakhir saya memutuskan hanya memiliki 1 orang pembantu. Mengingat ketiga anak sudah besar-besar dan alhamdulillah mereka faham tentang pentingnya kemandirian. Hanya tinggal si bungsu yang baru berumur 15 bulan. Saya pikir cukup seorang pembantu mengingat pekerjaan rumah yang lain sudah bisa dikerjakan sendiri.
Pembantu yang tinggal seorang ini hanya ada di rumah kami saat kami bekerja, tidak juga menginap dirumah. Karena memang saya memilih yang dekat rumah. Seorang ibu-ibu dengan 2 orang anak yang harus dihidupi dan suami yang tak memiliki pekerjaan tetap.

Kami sekeluarga memanggilnya budhe, masakannya super enak, pekerjaannya rapi, yang paling penting budhe sangat sayang kepada anak-anak kami. Budhe mengungkapkan bahwa anak-anak kami penurut dan mau dengar omongannya, jadi dia sayang dan perhatian kepada mereka. Lebih dari itu budhe menunjukkannya dengan cara yang bahkan kami tak habis pikir.

Pernah suatu kali si bungsu demam, kami meminta budhe agar mengkompresnya dan menjaganya. Selepas kerja kami mendapati si bungsu dalam gendongan budhe, yang membuat kami terharu adalah pengakuan dari kakak-kakaknya bahwa budhe menggendong si bungsu dari pagi hingga sore itu. Bahkan hal yang kami mungkin tak sanggup melakukannya, namun budhe mengajarkan kami arti pengorbanan demi kasih sayang.

Sering saya memberinya oleh-oleh, buah tangan bahkan tambahan ‘insentif’ mungkin sebagai sedikit kompensasi atas besarnya kasih sayang yang budhe berikan atas keluarga kami. Weekend kemarin saya berinisiatif memberinya hiburan dengan mengajaknya berekreasi. Siapa tahu budhe jenuh hanya ada di rumah, sekaligus saya ajak keluarganya.

Kami ceritakan bahwa sebenarnya itu adalah acara kantor kami yang mengadakan family gathering, dimana mewajibkan keluarga untuk dibawa. Kami ungkapkan maksud kami untuk mengajaknya dan keluarganya karena kegiatan itu dilakukan di kawasan wisata pantai yang ada di kota ini.

Jawaban atas ajakan saya itulah yang membuat terhenyak dan hampir saya meneteskan air mata. “kalau bapak ga malu mengajak saya dan keluarga, saya ya nurut.” Entah angin apa yang tiba-tiba membuat hatiku trenyuh. Kerendahan hati budhe kembali mengajariku arti sebuah keluarga. Tak terbersit sedikitpun saya dan keluarga menganggapnya orang lain walau statusnya adalah pembantu keluarga saya, orang yang saya gaji untuk membantu meringankan pekerjaan rumah saya.

Budhe bukanlah panggilan yang saya sematkan tanpa kusematkan pula makna didalamnya dengan memanggilnya budhe saya menganggapnya keluarga yang jasanya tak bisa lagi sepertinya kubayar dengan uang bulanan yang kuberikan padanya. Anak-anaknya yang dapat bersekolah karena uang itupun bukanlah nilai yang kuperhitungkan dibanding jasanya bagi anak-anakku.

Saya belajar kerendahan hati dari budhe, hikmah bisa datang dari siapapun. Bahkan  dari orang yang tak pernah mengenyam bangku sekolah sekalipun.

Seperti petikan pitutur luhur Sekar Gambuh “pada” ketiga diatas, yang terjemahan bebasnya berarti ajaran yang benar itulah yang patut kau ikuti, meskipun berasal dari orang yang rendah derajatnya, namun jika baik ajarannya, maka pantas kau terima


6 komentar:

  1. jarang2 ya mas ada orang seperti budhe...
    eh apalagi di ibukota gini

    BalasHapus
  2. @Ninda beruntung saya punya budhe seperti beliau....

    BalasHapus
  3. Wohh inspiring banget
    Udah langka banget memang kesederhanaan dan ke rendah hatian semacam itu sekarang.

    Salam buat budhe ya mas :)

    BalasHapus
  4. @AuL Howler terima kasih, nanti disalamkan, dari cowok ganteng gitu yak..?

    BalasHapus
  5. SUBHANALLOH... bisa belajar dari mana saja ya mas... kerendahan hati seseorang yang menunjukkan kualitas bukanlah harta

    BalasHapus
  6. @Yoekaa Alhamdulillah, saya bisa diketemukan dgn orang orang seperti budhe

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.