Riba dan Hutang

Semakin hari semakin terbukti apa yang pernah diucapkan oleh Ali Bin Abi Thalib r.a dulu, “akan datang masa dimana seseorang yang tak berbuat riba akan tercium aroma riba dari tubuhnya.”. Bagaimana tidak, setiap seluk beluk transaksi hampir berbau riba. Mungkin yang masih belum tahu macam riba atau praktek riba ini bisa bertanya pada ustadz yang mumpuni atau googling di internet.

Ada memang riba yang jelas jelas riba, namun tak jarang yang sangat samar sekali. Namun tanpa sadar kita masuk ke jerat riba. Tak dipungkiri rasa riba ini begitu nikmat, merasa terbantu dan sangat memudahkan. Tapi sesungguhnya itu menipu, semisal rasa daging babi yang (katanya) nikmat padahal haram dajjal.

Butuh ilmu memang untuk memilah mana praktik riba dan mana mummalah yang syar’i. Terkadang bedanya sangat tipis, bahkan terkadang hanya berbeda di hal sangat kecil namun krusial untuk keseluruhan keberkahan muammalah itu sendiri.

Sebenarnya perkara riba ini sudah kupahami sejak dulu kala, namun paham tidaklah cukup untuk mendatangkan hidayah akan kepedulian untuk menghindar darinya. Buktinya, dengan mudahnya kujalani saja praktik praktik riba, dengan angan-angan ah dosa sih, tapi kan ga seberapa. Tak dinyana seorang sahabat memberikanku sebuah hadits yang sangat menohok,

Riba itu ada 70 dosa. Yang paling ringan, seperti seorang anak berzina dengan ibunya. (HR. Ibnu Majah 2360 dan dishahihkan al-Albani)

Pertama kali membaca hadits itu, seluruh bulu kudukku berdiri. Ketakutan akan azab dan bayang-bayang akan dosa riba yang selama ini kukerjakan bergumul di kepala. Penyesalan merambat di seluruh ruang hati. Ku pikir riba hanyalah dosa kecil. Nyatanya nash itu mengabarkan bahwa riba adalah dosa yang sungguh besar.

Mungkin sebagian orang juga berfikir sama denganku pada awalnya, ah hanya dosa kecil. Ah dampaknya ga seberapa kok. Padahal dampak yang ditimbulkan oleh riba sungguh masif, mulai dari tata perekonomian yang kacau balau, hingga permusuhan yang terjadi karena muammalah yang tak adil. Sungguh besar andil riba dalam memecah belah ukhuwah.

Yang pasti pemahamanku yang baru akan riba, mengantarkanku mengenal sebuah komunitas bebas riba yang isinya adalah orang-orang yang juga telah terfahamkan tentang bahaya riba. Namun juga masih terjebak di dalam kolam riba, sama seperti diriku. Masih terikat dengan lembaga pembiayaan untuk menyelesaikan hutang riba.

Memang kewajiban pelunasan ini tetap harus ditunaikan, karena sudah menjadi kesepakatan di awal. Namun setidaknya niat untuk tak lagi berhutang, apalagi berhutang ribawi sudah tertancap erat. Jadi sekarang tinggal membersihkan bau-bau riba dari seluruh ruangan rumah. Yang lalu biarlah berlalu, Allah yang akan menilainya.

Jangan sekali-kali mendekati riba, untuk itu jangan berhutang bila tidak untuk kebutuhan yang mendesak! Mungkin salah satu tips yang akan kujalani adalah menjauhi hutang, bila tak mendesak. Walau dalam islam berhutang adalah perkara yang dibolehkan.

6 komentar:

  1. Yups, riba itu menakutkan mas ichang. Salam

    BalasHapus
  2. Jadi serem sendiri mas, suami masih ada kreditan rumah meskipun ambil kpr syariah. Tp tetep bikin hati ga tenang karena judulnya ttp kredit :(

    BalasHapus
  3. @Ayu Citraningtias mulailah dengan menolaknya dalam hati, habis itu segera dilunasi dan jangan mengulangi lagi....!

    semoga barokah

    BalasHapus
  4. udah lamaaaaaaaaaaaaaa banget ngga ke sini.. pa kabar mas?
    riba sama hutang ni sama2 nakutin buat aku. salah satu dari sekian banyak hal yang coba aku hindari. kadang semakin ke sini semakin kabur ya antara riba sama hutang. pihak2 yang ngerti ekonomi membuat nama2 hutang dan riba dalam bentuk yang beda2, padahal ya dasarnya hutang

    BalasHapus
  5. @wina azamhehe, saya juga lama bener ga nulis, kerjaannya semakin numpuk.

    oh ya, masalah riba. banyak sekali pihak pihak yg mau makar sama Allah. mengganti ganti nama namun prakteknya tetap riba.

    BalasHapus

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.