Hingga artikel ini ditulis Pemerintah
masih melakukan pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan
Undang-Undang (UU) No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Nantinya,
dalam RPP tersebut akan ditegaskan terkait dikenakan atau tidaknya pajak
pertambahan nilai (PPN) untuk jasa angkutan umum di moda darat dan air.
Tentu saja para pengusaha yang
bergerak di bidang jasa angkutan umum sedang menunggu-nunggu pengaturan secara
jelas mengenai teknis pemungutan PPN yang harus mereka lakukan. Dalam hal ini
lebih kepada teknis penerbitan faktur yang menjadi kewajiban para Pengusaha
Kena Pajak.
Seperti yang diketahui
sebelumnya, dengan telah disahkannya Undang Undang No.7 tahun 2022 mengenai Harmonisasi
Peraturan Perpajakan, yang salah satunya adalah mengatur perubahan
Undang-Undang PPN No.8 tahun 1983 sdtd UU. No.42 tahun 2009. Salah satu poin
yang diubah adalah Bab 4 mengenai Pajak Pertambahan Nilai pada pasal 4A ayat
(3) yaitu pada poin j bahwa ‘jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa
angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri.’ Telah dikeluarkan dari jenis jasa yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Yang berarti bahwa jasa angkutan
umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, yang
sebelumnya adalah non JKP (Jasa Kena Pajak) menjadi JKP.
Sehingga jasa angkutan umum di
darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, setelah
Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan disahkan menjadi dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
Mengingat hal tersebut, maka bagi
Wajib Pajak yang bergerak di bidang jasa angkutan umum yang sebelumnya tidak
diwajibkan berstatus PKP (Pengusaha Kena Pajak), apabila telah mencukupi syarat
secara subjektif dan objektif menjadi wajib untuk mendaftarkan diri sebagai PKP
sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) PMK-197/PMK.03/2013.
Meningkatnya status Wajib Pajak
menjadi Pengusaha Kena Pajak ini menimbulkan konsekuensi kewajiban yaitu
memungut PPN yang terutang dan membuat
Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN (pasal 2 ayat (1) PMK-03/PJ/2022).
Sedangkan untuk spesifikasi mengenai jasa
angkutan umum yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai merujuk kepada
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-80/PMK.03/2012 yang menjadi petunjuk
teknis dari Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai nomor 42 tahun 2009. Yang
menggarisbawahi bahwa kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang
digunakan untuk angkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum
dengan dipungut bayaran baik dalam trayek atau tidak dalam trayek, dengan
menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.
Tertuang di pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut.
Peraturan Menteri Keuangan tersbeut adalah
petunjuk teknis mengenai spesifikasi kendaraan angkutan umum yang tidak dikenakan
pajak, Sedangkan pada Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tidaklah
terdapat perubahan, maka dapat dikatakan bahwa antara kendaraan angkutan umum
bernomor polisi kuning bertuliskan hitam dan kendaraan angkutan umum bernomor
polisi hitam bertuliskan putih menjadi sama, yaitu dikenakan Pajak pertambahan
Nilai.
Yang kemudian menjadi perdebatan
di kalangan pengusaha jasa angkutan umum adalah, dalam prakteknya angkutan umum
bernomor polisi kuning bertuliskan hitam harus menerbitkan faktur pajak dengan
kode berapa? Karena apabila kembali merujuk ke Undang-undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan maka dapat disimpulkan berdasar Pasal 16B ayat (1) poin b
pada Bab IV tentang Pajak Pertambahan Nilai menyebutkan. Pajak terutang tidak
dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik
untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk: penyerahan Barang Kena Pajak
tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
pada ayat (1a) poin j angka 7,
Jasa Kena Pajak tertentu disebutkan salah satunya adalah, jasa angkutan umum di
darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian
tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri. Sehingga dalam hal penerbitan
faktur pajak apakah akan menggunakan kode 070 yaitu tidak dipungut ataukah
menggunakan kode 080 yaitu dibebaskan.
Secara jelas, perbedaan pandangan di kalangan pengusaha jasa angkutan umum ini terjawab pada Siaran Pers yang dipublikasikan oleh Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan pada tanggal 31 Maret 2022 yang menegaskan di angka 3 yang berbunyi : Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN. Yang pada poin b menyebutkan yang termasuk di dalamnya adalah jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan,jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
Namun apakah Siaran Pers ini dapat dijadikan pegangan sebagai landasan hukum dalam menentukan penggunaan kode faktur? Belum menjawab kegundahan para pengusaha jasa angkutan umum tersebut, maka sangat diperlukan landasan hukum yang dapat dijadikan rujukan mengenai hal ini.
jika dilaksanakan, akan ada kenaikan harga barang2?
BalasHapuskarena atas jasa angkutan ini PPN nya dibebaskan, harusnya tidak ada kenaikan barang.
Hapus