Bonus Menanti

nimbooda.deviantart.com
“Anak pertama itu efek samping, anak kedua perencanaan, anak ketiga itu tak sengaja, dan anak keempat itu bonus.”

Begitulah sepenggal kalimat yang pernah mampir di telinga, ketika awal menikah. Beberapa tetua kampong bersama sanak family berkumpul di halaman yang memang disediakan untuk acara ngumpul malam hari, ketika sepanjang pagi dan siang disibukkan dengan acara resepsi pernikahan. Tak pelak malam itu diisi dengan menghabiskan hidangan yang tersisa disertai hingar bingar permainan kartu. Demi rasa sosialisasi kusempatkan waktu membersamai para tenaga honorer yang dengan sukarela ikut mensukseskan acara besarku.

Malam itu banyak sekali wejangan yang kuterima dari yang paling serius hingga tips bagaimana cara paling cepat menjebol pertahanan musuh. Dari candaan menyudutkan hingga ejekan yang membuat kami semua tertawa bahagia. Semua lebur menjadi satu bersama asap rokok, aroma kopi dan makanan kecil yang mulai dingin diserang hawa malam. Malam itu kulupakan dulu istriku yang juga terlelap kecapaian demi mengikuti ceremonial acara pernikahan sepanjang hari tadi. Tenag yang tersisa ini kumanfaatkan tuk mengenal para tetangga yang ada disekitar rumah mertuaku, sekaligus memperkenalkan diri bahwa akulah laki-laki beruntung yang berhasil mempersunting anak sulung salah satu keluarga yang terpandang di daerah ini. Bangga…..

Sembilan tahun jenjang pernikahan sudah kulalui, momen hari pernikahan itu semakin lama semakin pudar. Bersama dengan telah semakin dewasanya si efek samping, semakin bertingkahnya anak yang direncanakan dan semakin banyaknya gigi yang tumbuh pada si ‘tak sengaja’. Tiga makhluk kecil yang keluar dari rahim kasih sayang dan telah kubesarkan dengan cinta kasih. Mereka mengisi hari hari dengan segala macam bentuk ekspresi kehidupan. Hingga pada suatu titik kurasakan bahwa kehidupan berkeluarga itu adalah sebuah penderitaan bila mereka tak ada. Entah bagaimana menderitanya lagi kehidupan sebelum berkeluarga, dan itu sudah kulalui bahkan kulupakan.

Di sore itu kuajak mereka menjelajah hujan diantara aspal-aspal basah. Telah sempurna berdiri sebuah gedung yang kemudian diberi nama pusat kesehatan Ibu dan anak. Istriku bertanya “adakah SPoG perempuan yang berpraktek disitu?” tentu di papan nama sudah jelas tertera nama seorang dokter yang mengindikasikan bahwa dia memiliki gender wanita yang memangku gelar SPoG dibelakang namanya memberitahukan bahwa pertanyaan istri harus kujawab iya.

Sedikit pun tak kutaruh curiga di dalam pertanyaan itu, karena pertanyaan wajar bagi seorang wanita untuk mengetahui tempat dokter terdekat yang bisa dituju. Khususnya istriku yang memiliki syarat lumayan ketat dalam mendatangi profesi ahli ini. Yaitu dokternya harus sejenis dengannya, tak mau dia bila mendatangi dokter yang berjenis sama denganku. Untungnya kemudian di bangunan baru itu ada dokter kandungan perempuan, syukurlah semakin dekat jarak tujuan untuk penanganan bila kondisi mendesak.

Kecurigaan baru muncul beberapa jam kemudian, hingga dia kemudian dia berseloroh. “siap-siap dapat bonus yak sayang!”

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.