Dia

Dia memintaku duduk disebelahnya, disamping degup jantungnya. Dia memandangku, membaca suasana hatiku. Dia merasakan kehadiranku sepenuhnya, menyelimuti gelisahku. Kemudian dengan segenap keberaniannya, dia tumpahkan semua isi hatinya. Ah ... dasar wanita, ini semua hanyalah masalah rasa, yang harus ku-iya-kan. Namun tanpa itu wanita tidak akan pernah menjadi wanita.

Ayam jantan sudah bersahutan sejak sebelum mentari menampakkan sinarnya dicakrawala. Namun kabut tak jua beranjak dari kaca jendela kamar kami, menyapa embun yang kian pekat membasahi kisi kisi hati ini. Pagi ini adalah pagi di tahun ke dua belas usia pernikahan yang rencananya akan kami jalani selama kami masih hidup.

Empat buah hati kami, berebutan mengetuk pintu agar tetap bersama di pagi yang membeku ini. Teriakan dan candaan semakin hari semakin ramai, bersamaan dengan semakin bertamahnya keinginan yang mereka miliki. Mereka mengalihkan dunia yang selama ini kuketahui, memberi tambahan semangat untuk menjalani hari.

Menjalani pernikahan tidaklah semua mengenai suka cita, tidak juga semua mengenai duka lara. Pernikahan seperti meloncat ke dalam kolam yang berisi pijakan antara duka dan suka. Silih berganti berada diantaranya. Kadang juga terjerembab bersama, mengusap luka bersama, basah bersama. Terkadang menemukan permata, melihat langit yang sama.

Pernikahan menggambarkan tentang sebuah jalinan temali dimana ujungnya tidak sama panjang namun melekat bersama hingga temali itu menjadi lebih kuat dan tegar. Membuka pintu rumah dan yang didapati pertama adalah serakan mainan bahkan handuk basah, terbangun dengan aroma gosong masakan didapur, kalut saat pasangan belum juga sampai dirumah saat matahari telah terbenam. Dapat dengan lapang melepaskan kejengkelan tanpa berfikir mungkin dia lebih jengkel.

Namun menukar semua itu dengan memutar waktu bukanlah sebuah pilihan yang akan kuambil. Dua belas tahun yang kulewati telah membentukku menjadi lelaki seperti apa diriku seharusnya. Pernikahan memberiku pengalaman yang lebih dari cukup untuk menjadi suami.

Mencumbui kecemburuan, membersamai rindu, tertawan oleh sosok yang jauh lebih lemah ... ah pernikahan.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan menuliskan segala sesuatu, maka sampaikan walau pahit. insyaALlah lain waktu saya akan berkunjung balik.